Pola asuh dan
pengaruhnya terhadap perkembangan anak
DISUSUN OLEH :
Afiqah Ramadhani (12350004)
Ahmad Marzuki (12350007)
Dosen Pembimbing
Lukmawati, MA
JURUSAN
PSIKOLOGI ISLAM
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2013
POLA ASUH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering
melihat seorang anak yang dimarahi orang tuanya ketika dia tidak nurut, atau
melihat seorang anak yang dipaksa untuk belajar dan belajar seharian dirumah,
atau melihat anak yang kehidupan sehari-hari nya itu hanya dihabiskan bermain
diluar. Itu semua adalah contoh pola asuh dari orang tua. Setiap orang tua memiliki
cara pola asuh yang berbeda-beda, tetapi biasanya memiliki tujuan yang sama
yaitu ingin memiliki anak yang berkepribadian baik. Namun kebanyakan dari Orang
Tua salah memberikan Pola asuh terhadap anak-anak mereka sehingga tumbuh tidak
sesuai yang diharapkan mereka.
Seharusnya para orang tua memahami terlebih
dahulu beberapa cara pola asuh terhadap anak-anak, terutama kita yang sebagai
calon orang tua juga. Maka dari itu, pada kesempatan kali ini kami akan
menyampaikan pembahasan mengenai pola asuh serta pengaruh-pengaruhnya terhadap
anak, agar kita tidak salah lagi memilih cara untuk diterapkan kepada anak-anak
nantinya.
B. Rumusan Masalah
1) Apa Pengertian Pola Asuh?
2) Bagaimana Peran Orang Tua Terhadap Anak?
3) Apa Saja Macam-macam Pola Asuh?
4) Apa Dampak Dari Beberapa Pola Asuh Tersebut?
5) Apa Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh?
C. Tujuan
Pembahasan
1) Untuk Mengetahui Beberapa Pola Asuh, Agar
Tidak Salah Dalam Menerapkannya Terhadap Anak
2) Untuk mengetahui Faktor-faktor Lain Yang
Mempengaruhi Pola Asuh
3) Memberikan Pengetahuan Lebih Tentang Bagaimana
Cara Memberikan Pendidikan Dini Terhadap Anak
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pola
Asuh
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara
kerja, bentuk (struktur) yang tetap.[1]
Sedangkan kata asuh dapat berati menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil,
membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan
menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.[2]
Dr. Ahmad Tafsir seperti yang dikutip oleh Danny I.
Yatim-Irwanto Pola asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan
secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[3]
Jadi pola asuh orang tua adalah suatu
keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, di mana orang tua bermaksud
menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta
nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri,
tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.[4]
B.
Peran Orang Tua
Tugas orangtua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan
dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam
menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak akan
berbeda pada masing-masing orangtua kerena setiap keluarga memiliki
kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang
satu dengan keluarga yang lain.
C. Macam-macam Pola Asuh Orang Tua
Dalam mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik
anak, para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda, yang antara satu sama
lain hampir mempunyai persamaan.
Dr. Paul Hauck menggolongkan pengelolaan anak ke dalam
empat macam pola, yaitu:
·
Kasar dan
tegas
Orang tua yang mengurus keluarganya menurut skema neurotik
menentukan peraturan yang keras dan teguh yang tidak akan di ubah dan mereka
membina suatu hubungan majikan-pembantu antara mereka sendiri dan anak-anak
mereka.
·
Baik hati
dan tidak tegas
Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak
nakal yang manja, yang lemah dan yang tergantung, dan yang bersifat
kekanak-kanakan secara emosional.
·
Kasar dan
tidak tegas
Inilah kombinasi yang menghancurkan kekasaran tersebut
biasanya diperlihatkan dengan keyakinan bahwa anak dengan sengaja berprilaku
buruk dan ia bisa memperbaikinya bila ia mempunyai kemauan untuk itu.
·
Baik hati
dan tegas
Orang tua tidak ragu untuk membicarakan dengan anak-anak
mereka tindakan yang mereka tidak setujui. Namun dalam melakukan ini, mereka
membuat suatu batas hanya memusatkan selalu pada tindakan itu sendiri, tidak pernah
si anak atau pribadinya.[5]
Drs. H. Abu Ahmadi mengemukakan bahwa, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Fels Research Institute, corak hubungan orang
tua-anak dapat dibedakan menjadi tiga pola, yaitu:
- Pola menerima-menolak, pola ini didasarkan atas taraf kemesraan orang
tua terhadap anak.
- Pola memiliki-melepaskan, pola ini didasarkan atas sikap protektif
orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang
overprotektif dan memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan anak sama
sekali.
- Pola demokrasi-otokrasi, pola ini didasarkan atas taraf partisifasi
anak dalam menentukan kegiatan-kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi
berarti orang tua bertindak sebagai diktator terhadap anak, sedangkan
dalam pola demokrasi, sampai batas-batas tertentu, anak dapat
berpartisifasi dalam keputusankeputusan keluarga.[6]
Menurut Elizabet B. Hurlock ada beberapa sikap orang tua
yang khas dalam mengasuh anaknya, antara lain:
- Melindungi secara berlebihan. Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan
pengendalian anak yang berlebihan.
- Permisivitas.
Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat sesuka
hati dengan sedikit pengendalian.
- Memanjakan.
Permisivitas yang berlebih-memanjakan membuat anak egois, menuntut dan
sering tiranik.
- Penolakan.
Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau
dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan yang
terbuka.
- Penerimaan.
Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada
anak, orang tua yang menerima, memperhatikan perkembangan kemampuan anak
dan memperhitungkan minat anak.
- Dominasi.
Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua bersifat jujur,
sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan mudah dipengaruhi
orang lain, mengalah dan sangat sensitif.
- Tunduk pada anak.
Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak mendominasi mereka dan
rumah mereka.
- Favoritisme.
Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai semua anak dengan sama
rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat mereka lebih
menuruti dan mencintai anak favoritnya dari pada anak lain dalam keluarga.
- Ambisi orang tua.
Hampir semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak mereka seringkali sangat
tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi ini sering dipengaruhi oleh ambisi
orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua supaya anak mereka naik
di tangga status sosial.[7]
Danny I. Yatim-Irwanto mengemukakan beberapa pola asuh orang
tua, yaitu:
- Pola asuh otoriter, pola ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang
kaku dari orang tua. Kebebasan anak sangat dibatasi.
- Pola asuh demokratik, pola ini ditandai dengan adanya sikap terbuka
antara orang tua dengan anaknya.
- Pola asuh permisif, pola asuhan ini ditandai dengan adanya kebebasan
tanpa batas pada anak untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya.
- Pola asuhan dengan ancaman, ancaman atau peringatan yang dengan keras
diberikan pada anak akan dirasa sebagai tantangan terhadap otonomi dan
pribadinya. Ia akan melanggarnya untuk menunjukkan bahwa ia mempunyai
harga diri.
- Pola asuhan dengan hadiah, yang dimaksud disini adalah jika orang tua
mempergunakan hadiah yang bersifat material atau suatu janji ketika
menyuruh anak berprilaku seperti yang diinginkan.[8]
Sedangkan Marcolm Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat
macam pola asuh yang dilakukan orang tua dalam keluarga, yaitu:
- Autokratis (otoriter). Ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua dan
kebebasan anak sangat di batasi. Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan
standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan
ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak
bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum.
Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka
orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga
tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah.
Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk
mengerti mengenai anaknya.
- Demokratis.
Ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Pola asuh Demokratis
adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak
ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap
rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau
pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap
kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan
anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk
memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak
bersifat hangat.
- Permisif.
Ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berprilaku
sesuai dengan keinginannya sendiri. Pada pola asuh ini juga biasanya ditandai dengan
orangtua bersikap membiarkan atau mengizinkan setiap tingkah laku anak,
dan tidak pernah memberikan hukuman kepada anak. Pola ini ditandai oleh
sikap orangtua yang membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tata
cara yang memberi batasan-batasan dari tingkah lakunya. Pada saat terjadi
hal yang berlebihan barulah orangtua bertindak. Pada pola ini
pengawasan menjadi sangat longgar.
- Laissez faire.
Ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anaknya. Pola asuh tipe yang
terakhir adalah tipe Penelantar. Orang tua tipe ini pada umumnya
memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu
mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja,
dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk
dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu
yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan
perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.[9]
D. DAMPAK POLA ASUH TERHADAP ANAK
Setiap
pola asuh yang diterapkan dalam keluarga oleh orangtua mempunyai dampak masing-
masing pada psikologi perkembangan anak, baik pola asuh yang positif maupun
yang negative. Oleh karena itu alangkah baiknya jika orangtua mengetahui pola asuh
yang baik buat anaknya.
diantara banyaknya pola asuh menurut beberapa ahli, kami kan membahas dampak pola asuh menurut Marcolm Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat macam pola asuh yang dilakukan orang tua dalam keluarga.
diantara banyaknya pola asuh menurut beberapa ahli, kami kan membahas dampak pola asuh menurut Marcolm Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat macam pola asuh yang dilakukan orang tua dalam keluarga.
1. Autokratis (otoriter)
Pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti,
biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Seperti anak harus mematuhi
peraturan-peraturan orangtua dan tidak boleh membantah, orangtua cenderung
mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian menghukumnya, atau jika terdapat
perbedaan pendapat antara orangtua dan anak maka anak dianggap pembangkang.
seperti dilansir Onlymyhealth.
Dampak pengasuhan otoriter pada anak adalah sebagai berikut:
Dampak pengasuhan otoriter pada anak adalah sebagai berikut:
·
Harga diri
Kemungkinan besar yang terjadi pada anak adalah gagal mengakui
individualitas mereka. Akhirnya anak-anak menderita rendah harga diri karena
menganggap dirinya tidak berperan penting dan tidak cukup valid menentukan
keberadaan mereka di tengah masyarakat.
·
Kepercayaan diri
Anak-anak dengan orangtua otoriter selalu mengambil keputusan sepihak tanpa
kompromi dengan anak. Anak pun akan gagal mengakui keinginan karena naluri
mereka selalu dikendalikan. Mereka juga tidak percaya akan kemampuan diri
mengambil keputusan penting.
·
Kepatuhan
Karena cenderung dibatasi individualitasnya, anak-anak akan selalu
mengikuti perintah orangtua tanpa keraguan. Mereka tidak berani bereksperimen
dalam menangani situasi. Bahkan tidak mampu berhadapan dengan situasi stres dan
tidak bisa mengekspresikan diri.
·
Menang sendiri
Orang tua otoriter selalu menetapkan aturan dan panduan agar anak
mengikutinya tanpa mempertanyakan baik dan buruknya. Bila mereka gagal
melakukan sesuatu biasanya dikenakan hukuman. Anak-anak pun terbiasa untuk
harus unggul dalam kegiatan di luar sekolah atau di lingkungan masyarakat.
·
Kesepian
Sementara orangtua sibuk merumuskan pedoman, anak-anak mulai merasa
kesepian dan menarik diri. Kemudian menjadi pendiam dan menutup diri. Banyak
kasus anak menjadi depresi karena mereka tidak mendapatkan perhatian yang layak
untuk didengar dan dilihat sebagai individu.[10]
2. Demokratis
Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil
bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang
bgertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak harus di bawah
pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua
dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih
untuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola asuh
ini, anak akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain,
bertanggung jawab atas segala tindakannya, tidak munafik, jujur. Namun akibat
negatifnya, anak akan cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, kalau
segala sesuatu harus dipertimbangkan antara anak-orang tua.
Pola asuh demokratis juga akan
menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri,
mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stress,
mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru. Dan kooperatif terhadap orang lain.
Banyak anak yang dibesarkan dengan cara otoriter menunjukkan tanda-tanda
masalah psikologi seperti depresi, sering merasa takut, dan pada kasus terberat
keinginan nekat seperti bunuh diri karena stres.
3. Permisif
Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik
anak-anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau
menang sendiri, kurang matang secara sosial dan kurang percaya diri. Ada
kelebihan dan kekurangan yang dapat kita ambil dari pola asuh permisif ini,
yaitu:
Kelebihan
Anak yang dibesarkan dengan kultur permisif,
tumbuh dengan kemampuan berpikir secara kreatif dan bisa membuat banyak
inovasi. Kebebasan untuk meraih apa yang mereka inginkan membuatnya bisa berpikir
out of the box. Inilah budaya yang pada akhirnya membentuk Bill Gates,
Mark Zuckerberg, dan Steve Jobs.
Pola asuh permisif menghasilkan sikap yang
cenderung lebih tegas dan agresif karena mereka tumbuh bukan sebagai pengikut
yang hanya menuruti jalan yang dibuat orang lain. Melainkan, mereka tumbuh
sebagai master dari masa depannya.
Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuk ini
umumnya lebih gembira dan potensi terkena isu psikologisnya lebih kecil.
Kekurangan
Anak yang tak terbiasa ditekan oleh orangtua untuk
melakukan suatu hal umumnya tumbuh sebagai sosok yang cukup puas dan tak
berambisi tinggi.
Sejak kecil terbiasa untuk dimanja atau diberi
kebebasan, dikhawatirkan ia mudah putus asa ketika tumbuh besar. Ketika ia
harus bekerja keras untuk bertahan, ia bisa saja memilih jalan lain yang lebih
mudah.[11]
4.
Laissez faire ( Penelantar )
Pola asuh Laissez faire atau penelantar akan menghasilkan karakteristik
anak-anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau
mengalah, Self Esteem (harga diri) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah
dengan teman. Pola asuh seperti ini juga akan menghasilkan karakteristik
anak-anak yang agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, sering
bolos, dan bermasalah dengan teman.
E.
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA ASUH
Setiap orang mempunyai sejarah sendiri – sendiri dan latar belakang yang
seringkali sangat jauh berbeda. Perbedaan ini sangat memungkinkan terjadinya
pola asuh yang berbeda terhadap anak. Menurut Maccoby & Mc loby ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu:
- Sosial ekonomi
- Lingkungan sosial
berkaitan dengan pola hubungan sosial atau pergaulan yang dibentuk oleh
orang tua maupun anak dengan lingkungan sekitarnya. Anak yang sosial
ekonaminya rendah cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi atau bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan sama
sekali karena terkendala oleh status ekonomi.
- Pendidikan:
Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja
terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Latar
belakang pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pola pikir orang tua baik
formal maupun non formal kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau
harapan orang tua kepada anaknya.
- Nilai-nilai agama
yang dianut orang tua: Nilai – nilai agama juga menjadi salah satu hal
yang penting yang ditanamkan orang tua pada anak dalam pengasuhan yang
mereka lakukan sehingga lembaga keagamaan juga turut berperan didalamnya.
- Kepribadian: Dalam
mengasuh anak orang tua bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan
dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian
anak (Riyanto, 2002). Pendapat tersebut merujuk pada teori Humanistik yang
menitikberatkan pendidikan bertumpu pada peserta didik, artinya anak perlu
mendapat perhatian dalam membangun sistem pendidikan. Apabila anak telah
menunjukkan gejala-gejala yang kurang baik, berarti mereka sudah tidak
menunjukkan niat belajar yang sesungguhnya. Kalau gejala ini dibiarkan terus
akan menjadi masalah di dalam mencapai keberhasilan belajarnya.
- Jumlah anak:
Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang
diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka ada
kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu menerapkan pola pengasuhan
secara maksimal pada anak karena perhatian dan waktunya terbagi antara
anak yang satu dengan anak yang lainnya.
PENUTUP
1)
Kesimpulan
Anak tumbuh dan
berkembang dibawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan
lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang
berlaku dilingkungannya. Tenyata perlakuan orang tua terhadap anak akan
memberikan dampak yang signifikan pada anak, baik itu dampak atau pengaruh
positif ataupun negatif.
Masing-masing orang tua
tentu saja memiliki pola asuh tersendiri dalam mengarahkan prilaku anak. Hal
ini dipengaruh oleh latar belakang pendidikan orang tua, mata pencaharian
hidup, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainnya.
Orang tua dapat memilih
pola asuh yang tepat dan ideal bagi anaknya. Orang tua yang salah menerapkan
pola asuh akan membawa akibat buruk bagi perkembangan jiwa anak. Kedekatan orangtua sangat mempengaruhi keberhasilan anak
dalam mencapai apa yang diinginkan.
2)
Saran
Diharapkan orangtua dapat memberikan perhatian dan kasih
sayang sepenuhnya kepada anak. Kualitas dan kuantitas pertemuan antar anggota
keluarga perlu ditingkatkan dengan tujuan untuk membangun keutuhan hubungan
orangtua dan anak.
Yang harus kita lakukan adalah memberi kesempatan pada
anak untuk belajar mengembangkan diri dan terus memotivasinya serta memantau
kegiatannya dan tetap berusaha memahami perasaan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, ”Sosiologi Pendidikan”, Jakarta: PT
Rieneka Cipta, 1991.
Depdikbud, Jakarta: Balai Pustaka 1988.
Hardy, Malcom dan Heyes, Steve, Terjemah Soenardji, “Pengantar
Psikologi”, Jakarta: Erlangga, 1986.
Hauck, Paul, “Psikologi Populer (Mendidik Anak Dengan
Berhasil)”, Jakarta: Arcan, 1993.
Hurlock, Elizabeth B, Terjemah Meitasari Tjandrasa “Perkembangan
Anak/Child Development”, Jakarta: Erlangga, 1990.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta: Balai
Pustaka, 1988.
Yatim, Danny I dan Irwanto, “Kepribadian Keluarga Narkotika”, Jakarta:
Arcan, 1991.
www.kajianpustaka.com/2013/04/pola-asuh-orang-tua.html#, Di akses 10 Oktober 2013
www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Anak/Permisif-vs-Otoriter-Lebih-Baik-Mana, Di akses 14 Oktober 2013
http://www.wartanews.com/lifestyle/8c9c3c48-a243-e59c-8925-7992bc01e130/nih-dampak-negatif-pola-asuh-otoriter, Di akses 14 Oktober 2013