MAKNA HARGA DIRI BAGI WARIA
(STUDI LEMABANG)
DISUSUN OLEH :
AHMAD
MARZUKI 12350007
RAHMA
ETY 12350144
RISDA
MEILINA SARI 12350154
RITA
12350157
RIZKI
ALVIANI1 12350160
SINTA
12350165
SISWATI
12350167
DOSEN PEMBIMBING:
ASLAM TAMISA, S.psi, MM
JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2014
DAFTAR
ISI
BAB
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang .................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah ............................................................................. 5
C.
Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
D.
Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Harga Diri ........................................................................................... 6
1.
Definisi
Harga Diri ................................................................ 6
2.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi harga diri ............................ 7
3.
Ciri-ciri
harga diri ................................................................... 8
4.
Aspek-aspek
harga diri ........................................................... 10
B.
Waria .................................................................................................. 11
1.
Definisi
Waria ....................................................................... 11
2.
Faktor
pendukung terjadinya waria ......................................... 13
3.
Ciri-ciri
waria ....................................................................... 18
C.
Hubungan Harga Diri dengan Waria .............................................. 19
D.
Kerangka Konsep .............................................................................. 20
E.
Hipotesis .............................................................................................. 20
BAB III. METODE PENELITIAN
A.
Variable .............................................................................................. 21
1.
Harga
Diri ............................................................................ 21
2.
Waria
.................................................................................. 22
B.
Metode Penelitian ............................................................................... 23
C.
Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 25
BAB IV. PEMBAHASAN
A.
Biodata Sample .................................................................................. 26
B.
Pembahasan ....................................................................................... 27
BAB V. PENUTUP ............................................................................... 28
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sesungguhnya
manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah paling sempurna dibandingkan dengan
makhluk lainnya, termasuk diantaranya Malaikat, Jin, Iblis, Binatang, dan
lain-lainnya. Manusia adalah satu-satunya ciptaan yang menjadi perhatian utama
Allah.
Begitu
mulianya manusia sehingga Allah memberikan tugas manusia sebagai khalifah di bumi. Dalam surat Al-Baqarah
ayat 30, Allah mengatakan:
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu berfirman
kepada para Malaikat, “Aku hendak menjadikan Khalifah di bumi”. Mereka berkata,
“Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah
disana, sedangkan kami bertsbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia
berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Khalifah artinya seseorang yang dijadikan pengganti
atau seseorang yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai pengatur atau wakil
Allah SWT.
Namun demikian, tugas khalifah tidak hanya bertumpu
pada yang bersifat intelektual belaka, tetapi juga moral. Kekuasaan manusia di
bumi tidak mutlak, karena dibatasi oleh hukum-hukum Allah SWT yang akan
dipertanggung jawabkan kelak dihadapan-Nya.
Berdasarkan fungsi manusia diciptakan, maka manusia
memiliki beban berat dalam menjalani kehidupannya di bumi ini. Dalam hal ini,
manusia tidak hanya menjaga lingkungannya, tetapi juga menjaga harga dirinya
agar bisa dipertanggung jawabkan atas apa yang telah ia jalani.
Harga diri adalah pandangan individu terhadap nilai
dirinya atau bagaimana seseorang menilai, mengakui, menghargai, atau menyukai
dirinya sendiri. Harga diri merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
prilaku individu.
Setiap orang menginginkan penghargaan yang positif
terhadap dirinya sehingga seseorang akan merasa bahwa dirinya berguna atau
berarti bagi orang lain, meskipun dirinya memiliki kelemahan baik secara fisik
maupun mental. Terpenuhinya keperluan penghargaan diri akan menghasilkan sikap
dan rasa percaya diri, rasa kuat menghadapi sakit, dan rasa damai. Namun
sebaliknya apabila keperluan penghargaan diri ini tidak tepenuhi maka akan
membuat seseorang individu memiliki mental yang lemah dan berfikiran negatif.
Kadang sebagian orang mengaitkan harga diri yang
tinggi dengan kesombongan. Sebenarnya harga diri yang tinggi sama sekali
bertolak belakang dengan kesombongan, justru orang yang sombong adalah orang
terhina dan memiliki harga diri yang rendah.
Harga diri menunjukkan bagaimana keteguhan anda
menghadapi naik turunnya hidup. Harga diri menunjukkan seberapa besar
ketentraman hati dan kematangan jiwa yang anda miliki. Harga diri bagaikan
sumber energi yang terpancar dalam diri yang menjadi generator dalam
tingkah laku dan kebiasaan personal.
Akhmad Sudrajat mengatakan bahwa pentingnya pemenuhan kebutuhan harga
diri individu, khususnya pada kalangan remaja, terkait dengan dampak negatif
jika mereka tidak memiliki harga diri yang mantap. Mereka akan mengalami
kesulitan dalam menampilkan prilaku sosialnya, merasa inferior dan
canggung. Namun apabila kebutuhan harga diri mereka dapat terpenuhi secara
memadai, kemungkinan mereka akan memperoleh sukses dalam menampilkan prilaku
sosialnya, tampil dengan keyakinan diri dan
merasa memiliki nilai dalam lingkungan sosialnya.
Namun,
yang menjadi titik permasalahannya banyak orang yang tidak menghargai apa yang
telah Allah berikan pada dirinya, seperti waria. Hampir semua orang mengenal
waria (wanita tapi pria). Waria adalah individu yang memiliki jenis kelamin
laki-laki tetapi berprilaku dan berpakaian seperti layaknya seorang perempuan.
Waria merupakan kelompok minoritas dalam masyarakat, namun demikian jumlah
waria semakin hari semakin bertambah, terutama di kota-kota besar. Bagi penukis
waria merupakan suatu fenomena yang menarik untuk diteliti karena dalam
kenyataannya, tidak semua orang dapat mengetahui secara pasti dan memahami
mengapa dan bagaimana prilaku waria dapat terbentuk (Gerald: 2010)
Prilaku
waria tidak dapat dijelaskan dengan deskripsi yang sederhana. Konflik identitas
jenis kelamin yang dialami waria tersebut hanya dapat dipahami melalui kajian
tehadap setiap tahap perkembangan dalam hidupnya. Setiap manusia atau individu
akan selalu berkembang, dari perkembangan tersebut individu akan mengalami
perubahan-perubahan baik fisik maupun psikologis. Salah satu aspek dalam diri
manusia yang sangat penting adalah peran jenis kelamin. Setiap individu
diharapkan dapat memahami peran sesuai dengan peran harga diri jenis kelaminnya.
Keberhasilan individu dalam pembentukan jenis kelamin ditentukan oleh berhasil
atau tidaknya individu tersebut dalam menerima dan memahami prilaku sesuai
dengan peran jenis kelaminnya. Jika individu gagal dalam menerima dan memahami
peran jenis kelaminnya maka individu tersebut akan mengalami konflik atau
gangguan identitas jenis kelamin. (Koeswinarno: 2004)
Berdasarkan
observasi, saudara MF mengatakan “Saya seperti ini sejak kecil, waktu SMP saya
masih Pria, tapi kemayuan. Lama-kelamaan jadi seperti ini karena keenakan sejak
pertama kali main di Hotel”.
Melihat
fenomena diatas, penulis menemukan titik permasalahan yang sangat kontras
antara memaknai harga diri terhadap perubahan yang terjadi pada waria. Sehingga
penulis berkeinginan menggali lebih dalam tentang Makna Harga Diri Bagi
Waria (Studi Lemabang).
B.
Rumusan Masalah
Dengan
memperhatikan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahannya
yaitu bagaimana makna harga diri bagi waria?
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana makna harga diri bagi waria.
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu psikologi. Penelitian ini juga memberikan pemahaman lebih
dalam mengenai makna harga diri bagi waria, yang menjalani kerasnya kehidupan
modern ini.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Harga Diri
1.
Definisi Harga Diri
Harga
diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau
tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan
dan keberartian dirinya. Individu yang memiliki harga diri yang tinggi akan
menerima dan menghargaidirinya sendiri apa adanya. Dalam harga diri tercakup
evaluasi dan penghargaan terhadap diri sendiri dan menghasilkan penilaian
tinggi atau rendah terhadap dirinya sendiri. Penilaian tinggi te rhadap diri
sendiri adalah penilaian terhadap kondisidiri, menghargai kelebihan dan potensi
diri, serta menerima kekurangan yang ada, sedangkan yang dimaksud dengan
penilaian rendah terhadap diri sendiri adalah penilaian tidak suka atau tidak
puas dengan kondisi diri sendiri, tidak menghargai kelebihan diri dengan
melihat diri sebagai sesuatu yang selalukurang (Santrock, 1998).
Definisi
lain dari harga diri adalah penilaian tinggi atau rendah terhadap diri sendiri
yang menunjukkan sejauh mana individu itu meyakini dirinya sebagai individu
yang mampu, penting dan berharga yang berpengaruh dalam perilaku seseorang
(Frey&Carlock, 1987).
Coopersmith
(1967) menyatakan bahwa harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya yang diekspresikan melalui suatu
bentuk penilaian setuju dan menunjukkan tingkat dimana individu meyakini drinya
sebagai individu yang mampu, penting dan berharga. Harga diri seseorang dapat
menentukan bagaimana cara seseorang berperilaku di dalam lingkungannya. Peran
harga diri dalam menentukan perilaku ini dapat dilihat melalui proses
berpikirnya,emosi, nilai, cita-cita, serta tujuan yang hendak dicapai
seseorang. Bila seseorang mempunyai harga diri yang tinggi, maka perilakunya
juga akan tinggi, sedangkan bila harga dirinya rendah, akan tercermin pada
perilakunya yang negatif pula.
Dari
beberapa definisi harga diri di atas, dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah
penilaian tinggi atau rendahyang dibuat individu tentang hal-hal yang berkaitan
dengan dirinya yang menunjukkan sejauh mana individu menyukai dirinya sebagai
individu yang mampu, penting dan berharga.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri
Menurut
Coopersmith (1967) ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri, yaitu:
1)
Penghargaan
dan Penerimaan dariOrang-orang yang Signifikan
Harga diri seseorang dipengaruhi oleh orang yangdianggap penting
dalam kehidupan individu yang
bersangkutan. Orangtua dan keluarga merupakan contoh dari orang-orang yang
signifikan. Keluarga merupakan lingkungan tempat interaksi yang pertama kali
terjadi dalam kehidupan seseorang.
2)
Kelas
Sosial dan Kesuksesan
Menurut Coopersmith (1967), kedudukan kelas sosial dapat dilihat
dari pekerjaan, pendapatan dan tempattinggal. Individu yang memiliki pekarjaan
yang lebih bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi dan tinggal dalam lokasi
rumah yang lebih besar dan mewah akan dipandang lebih sukses dimata masyarakat
dan menerima keuntungan material dan budaya. Hal ini akan menyebabkan individu
dengan kelas sosial yang tinggi meyakini bahwa diri mereka lebih berharga dari
orang lain.
3)
Nilai
dan Inspirasi Individu dalam Menginterpretasi Pengalaman
Kesuksesan yang diterima oleh individu tidak mempengaruhi harga
diri secara langsung melainkan disaring terlebih dahulu melalui tujuan dan
nilai yang dipegang oleh individu.
4)
Cara
Individu dalam Menghadapi Devaluasi
Individu dapat meminimalisasi ancamanberupa evaluasi negatif yang
datang dari luar dirinya. Mereka dapat menolak hak dari orang lain yang
memberikan penilaian negatif terhadap diri mereka.
3.
Ciri-ciri harga diri
Coopersmith
(1967) mengemukakan ciri-ciri individu
sesuai dengan tingkat harga dirinya:
1)
Harga
Diri Tinggi
a.
Menganggap
diri sendiri sebagai orang yang berharga dan sama baiknya dengan orang lain
yangsebaya dengan dirinya dan menghargai orang lain.
b.
Dapat
mengontrol tindakannya terhadap dunia luar dirinya dan dapat menerima kritik
dengan baik.
c.
Menyukai
tugas baru dan menantang serta tidak cepat bingung bila sesuatu berjalan di
luar rencana.
d.
Berhasil
atau berprestasi di bidang akademik, aktif dan dapat mengekpreskan dirinyan
dengan baik.
e.
Tidak
menganggap dirinya sempurna, tetapi tahu keterbatasan diri dan mengharapkan
adanya pertumbuhan dalam dirinya.
f.
Memiliki
nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis.
g.
Lebih
bahagia dan efektif menghadapi tuntutan dari lingkungan
2)
Harga
Diri Rendah
a.
Menganggap
dirinya sebagai orang yang tidak berharga dan tidak sesuai, sehingga takut
gagal untuk melakukan hubungan sosial. Hal ini sering kali menyebabkan individu
yang memiliki harga diri yang rendah, menolak dirinya sendiri dan tidak puas
akan dirinya.
b.
Sulit
mengontrol tindakan dan perilakunya tehadap dunia luar dirinya dan kurang dapat
menerima saran dan kritikan dari orang lain.
c.
Tidak
menyukai segala hal atau tugas yang baru, sehingga akan sulit baginya untuk
menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang belum jelas baginya.
d.
Tidak
yakin akan pendapat dan kemampuan diri sendiri sehingga kurang berhasil dalam
prestasi akademis dan kurang dapat mengekspresikan dirinya dengan baik.
e.
Menganggap
diri kurang sempurnadan segala sesuatu yang dikerjakannya akan selalu mendapat
haslil yang buruk, walaupun dia telah berusaha keras, serta kurang dapat
menerima segala perubahan dalam dirinya.
f.
Kurang
memiliki nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang kurang
realisitis.
g.
Selalu
merasa khawatir dan ragu-ragudalam menghadapi tuntutan dari lingkungan.
4.
Aspek-aspek harga diri
Menurut
Coopersmith (1967) aspek-aspek yang terkandung dalam harga diri ada tiga yaitu:
a.
Perasaan
Berharga
Perasaan
berharga merupakan perasaan yang dimiliki individu ketika individu tersebut
merasa dirinya berharga dan dapat menghargai orang lain. Individu yang merasa
dirinyaberharga cenderung dapat mengontrol tindakan-tindakannya terhadap dunia
diluar dirinya. Selain itu individu tersebut juga dapat mengekspresikan dirinya
dengan baik dan dapat menerima kritik dengan baik.
b.
Perasaan
Mampu
Perasaan
mampu merupakan perasaan yang dimiliki oleh individu pada saat dia merasa mampu
mencapai suatu hasil yang diharapkan. Individu yang memiliki perasaan mampu
umumnya memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi
yangrealistis. Individu ini menyukai tugas baru yang menantang, aktif dan tidak
cepat bingung bila segala sesuatu berjalan di luar rencana. Mereka tidak
menganggap dirinya sempurna tetapi sadar akan keterbatasan diri dan berusaha
agar ada perubahan dalam dirinya. Bila individu merasa telah mencapai tujuannya
secara efisien maka individu akan menilai dirinya secara tinggi.
c.
Perasaan
Diterima
Perasaan
diterima merupakan perasaan yang dimiliki individu ketika ia dapat diterima
sebagai dirinya sendiri oleh suatu kelompok. Ketika seseorang berada pada suatu
kelompok dan diperlakukan sebagai bagian dari kelompok tersebut, maka ia akan
merasa dirinya diterima serta dihargai oleh anggota kelompok itu.
B.
Waria
1.
Definisi Waria
Bastman dkk (2004 :168) mengatakan bahwa transsexual yaitu
keinginan untuk hidup dan diterima sebagai anggota kelompok lain jenis,
biasanya disertai dengan rasa tidak nyaman atau tidak sesuai dengan jenis
kelamin anatomisnya, dan menginginkan untuk membedah jenis kelamin serta
menjalani terapi hormonal agar tubuhnya sepadan dengan jenis kelamin yang
diinginkan.
Kartono (1989 : 226) mengatakan bahwa transseksual ialah gejala
merasa memiliki seksualitas yang berlawanan dengan struktur fisiknya. Koeswinarno
(2005 : 12) mengatakan bahwa transseksual secara psikis merasa dirinya tidak
cocok dengan alat kelamin fisiknya sehingga mereka memakai pakaian atau atribut
lain dari jenis kelamin yang lain.
Sue (1986 : 338) mengatakan bahwa transsexual yaitu seseorang yang
merasa memiliki kelamin yang berlawanan dimana terdapat pertentangan antara
identitas jenis dan jenis kelamin biologisnya.
Crooks (1983 :36) menjelaskan bahwa transsexual adalah seseorang
yang mempunyai identitas jenis kelamin sendiri yang berlawanan dengan jenis
kelamin biologisnya. Transsexual biasanya cenderung menunjukkan perselisihan
dengan peran jenis kelamin diusia muda. Laki-laki yang memperlihatkan minat dan
sifat-sifat yang dianggap veminim dan mereka sering kali disebut “banci” oleh
teman-teman sebaya mereka. Seseorang yang cenderung menjadi transsexual
biasanya lebih suka bermain dengan perempuan dan menghindari kegiatan yang
kasar dan kacau.
Supratiknya (1995 : 96) mendefinisikan transsexual sebagai gangguan
kelainan dimana penderita merasa bahwa dirinya tertangkap didalam lawan
jenisnya,sedangkan Puspita Sari (2005 : 10) mendefinisikan transsexual sebagai
seseorang yang secara jasmaniah jenis kelaminnya laki-laki namun secara psikis
cenderung berpenampilan wanita. Danandjaja (puspitosari, 2005 : 11) menyatakan
bahwa transsexual adalah kaum homo yang mengubah bentuk tubuhnya dapat menjadi
serupa dengan lawan jenis. Jika yang jantan mengubah dadanya dengan membuang
penis serta testisnya dan pembentuk vagina.
Dari berbagai pendapat diatas mengenai transsexual, maka dapat
disimpulkan bahwa transsexual merupakan suatu kelainan dimana penderita merasa
tidak nyaman dan tidak sesuai dengan jenis kelamin anatomisnya sehingga
penderita ingin mengganti kelaminnya (dari laki-laki menjadi wanita) dan
cenderung menyerupai wanita.
2.
Faktor Pendukung Terjadinya Waria
Sue, dkk (1986:339), faktor-faktor yang mendukung terjadinya transsexsual
adalah:
a.
Orang
selalu mendorong anak berperilaku seperti wanita dan tergantung dengan orang
lain.
b.
Perhatian
dan perlindungan yang berlebihan dari seorang ibu.
c.
Tidak
adanya kakak laki-laki sebagi contoh.
d.
Tidak
adanya figur ayah.
e.
Kurang
mendapatkan teman bermain laki-laki.
f.
Dukungan
pemakaian pakaian yang menyimpang.
Nadia
(2005: 26) menyatakan bahwa secara umum faktor-faktor terjadinya waria (transsexual)
karena:
a.
Susunan
kepribadian seseorang dan perkembangan kepribadiannya, sejak ia berada dalam
kandungan hingga mereka dianggap menyimpang.
b.
Menetapnya
kebiasaan perilaku yang dianggap menyimpang.
c.
Sikap,
pandangan dan persepsi seseorang terhadap gejala penyimpangan perilaku.
d.
Seberapa
kuat perilaku menyimpang itu berada dalam dirinya dan dipertahankan.
e.
Kehadiran
perilaku menyimpang lainnya yang biasanya ada secara paralel.
Menurut Tjahjono (1995: 99)
mengatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya transsexual
yaitu:
a.
Anak
laki-laki yang dibesarkan tanpa ayah atau dibesarkan tanpa kehadiran ayah
selama periode waktu yang panjang menunjukan minat-minat, sikap-sikap dan
perilaku feminim.
b.
Hubungan
yang terlalu dekat antara anak dengan orang tua yang berlawanan dengan jenis
kelaminnya. Anak dan orangtuanya cenderung memiliki kontak yang sangat intim
baik secara fisik maupun psikis. Dan orang tua sering melaoparkan adanya suatu
hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian anak hanya mempunyai
sedikit kesempatan untuk mengidentifikasi orang tua sama dengan jenis
kelaminnya dan kurang mengembangkan perikalu-perilaku sesuai dengan peran
jenisnya.
c.
Beberapa
orang tua, menginginkan anak dengan jenis kelamin yang lain sehingga berusaha
menjadikan anak perempuan bersikap seperti laki-laki yang tidak pernah
dimilikinya atau sebaliknya.
d.
Seorang
ibu yang membenci dan iri terhadap kejantanan bisa membentuk perilaku yang
kurang jantan pada anak laki-lakinya. Ibu mungkin mengasosiasikan maskulinitas
dengan kekerasan fisik dan agresif itas, penyalahgunaan seksual dan kekasaran.
Ia lebih suka anak laki-lakinya lembut.
e.
Pengaruh-pengaruh
genetik atau hormonal. Dari perspektif medis, pada waria ini terdapat
kemungkinan disebabkan oleh presdisposisi hormonal, hormon faktor-faktor
endokrin (kelenjar) konstitusi pembawaan, dan beberapa diantaranya basis
biologis pada masa prenatal atau masa dalam kandungan (Nadia, 2005: 41).
Puspitosari
(2005: 12) mengatakan bahwa faktor-faktor terjadinya transsexsual
adalah:
a.
Disebabkan
oleh faktor biologis yang dipengaruhi oleh hormon seksual dan genetik
seseorang. Hermaya (Nadia, 2005: 29) berpendapat bahwa peta kelainan seksual
dari lensa biologi dapat dibagi ke dalam dua penggolonagn besar yaitu:
1)
Kelainank
seksual akibat kromosom dari kelompok in sesorang ada yang berfenotip wanita.
Dimana pria dapat kelebihan kromosom X, bisa XXY, atau bahkan XXYY atau XXXYY.
Diduga penyebab kelainan ini karena tidak berpisahnya kromosom seks pada saat
meiosis (pembelahan sel) yang pertama dan yang kedua. Hal in dikarekan usia
seorang ibu yang berpengaruh terhadap proses reproduksi. Artinya bahwa semakin
tua seorang ibu maka akan semakin tidak baik proses pembelahan sel tersebut dan
sebagai akibatnya semakin besar kemungkinan seks pada anaknya.
2)
Kelainan
seksual yang buka karena kromosom menurut Moertiko (Nadi, 2005: 31) mengatakan
bahwa dalam tinjauan medis secara garis besar kelainan perkembangan seksual
telah dimulai sejak dalam kandungan ibu. Kelompok in dibagi menjadi empat
jenis:
a)
Pseudofemale
atau disebut juga sebagai wanita tersamar. Tubuhnya mengandung sel
pria tetapi pada pemeriksaan gonat (alat yang mengeluarkan hormon dalam
embirio) alat seks yang dimiliki adalah wanita ketika meranjak dewasa kemaluan
dan payudaranya tetap kecil dan sering tidak bisa mengalami haid.
b)
Pseudomale
atau disebut sebagai pria tersamar ia mempunyai sel wanita tetapi
secara fisik ia adalah pria. Testisnya mengandung sedikit sperma atau sama
sekali mandul. Menginjak dewasa payudaranya membesar sedangkan kumis dan
jenggotnya berkurang.
c)
Female-psuedohermaprodite.
Penderita ini pada dasarnya memiliki kromosom sebagai wanita (XX)
tetapi perkembangan fisiknya cendurungan menjadi pria.
d)
Male-psuedohermaprodite.
Penderita ini pada dasarnya memiliki kromosom pria (XY) namun
perkembangan fisiknya cenderung wanita.
b.
Disebabkan
oleh faktor psikologis, sosial budaya termasuk didalamnya pola asuh lingkunagn
yang membesarkannya. Mempunyai pengalaman yang sangat hebat dengan lawan jenis
sehingga mereka berkhayal dan memuja lawan jenis sebagai idola dan ingin
menjadi seperti lawan jenis.
Ibis (Nadia, 2005: 27) mengatakan bahwa faktor-faktor terjadinya
abnormalitas seksual dapat digolongkan kedalam dua bagian yaitu:
1)
Faktor
internal, abnormalitas seksual yang disebabkan oleh dorongan seksual yang
abnormal dan abnormalitas seksual yang dilakukan dengan cara-cara abnormal
dalam pemuasan dorongan seksual.
2)
Faktor
eksternal (sosial), abnormalitas seksual yang disebabkan oleh adanya pasangan
seks yang abnormal. Kartono (1989: 263) mengatakan bahwa sebab uatama pola
tingkah laku relasi seksual yang abnormal yaitu adanya rasa puas dalam relasi
heteroseksual.
Berdasarkan
uraian diatas, maka diambil kesimpulan bahwa seorang menjadi waria (transsexsual)
disebabkan karena faktor-faktor:
a.
faktor
biologis, yaitu kelainan yang dipengaruhi oleh hormon seksual dan genetik
seseorang. Dimana secara garis besar kelainan perkembangan seksual dimulai
sejak dalam kandungan.
b.
faktor
psikologis, merupakan dorongan atau motivasi yang ada dari dalam individu itu
sendiri untuk selalu berprilaku dan berpakaian seperti wanita, bermain dengan
mainan serta teman-teman wanita. Selain itu, keluarga menjadi bagian yang
sangat penting dalam sosialisasi primer, di mana seseorang pada masa
kanak-kanak mulai dikenal dengan nilai-nilai tertentu dari sebuah kebudayaan.
Di dalam keluarga, pola seseorang dibentuk oleh pola asuh dan akhirnya
menciptakan suatu kepribadian tertentu. Dan tanpa disadari terbentuknya seorang
waria dapat dipengaruhi oleh adanya perlakuan orang tua yang selalu mendorong
anak bertingkah laku lembut dan berpakaian seperti wanita, tidak adanya figur
ayah, adanya hubungan yang terlalu dekat antara anak dengan orang tua yang
berlawanan jenis kelaminnya, tidak adanya kakak laki-laki sebagai contoh dan
kurang menda
3.
Ciri-ciri Waria
Menurut Maslim (2003: 111), ciri-ciri transsexual adalah:
a.
identitas
transsexual harus sudah menetap selama minimal 2tahun, dan harus bukan
merupakan gejala dari gangguan jiwa lain seperti skizofrenia, atau berkaitan
dengan kelainan interseks, genetik, kromosom.
b.
Adanya
hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya,
disertai perasaan risih atau tidak serasi dengan anatomi seksualnya.
c.
Adanya
keinginan untuk mendapatkan terapi hormonal dan pembedahan untuk membuat
tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkan.
Tanda-tanda
untuk mengetahui adanya masalah identitas dan peran jenis menurut Tjahjono (1995:
98), yaitu:
a.
Individu
menampilkan identitas lawan jenisnya secara continue.
b.
Memiliki
keinginan yang kuat berpakaian sesuai dengan lawan jenisnya.
c.
Minat-minat
dan perilaku yang berlawanan dengan lawan jenisnya.
d.
Perilaku
individu yang terganggu peran jenisnya seringkali menyebabkan ditolak
dilingkungannya.
e.
Penampilan
fisik hampir menyerupai lawan jenis kelaminnya
f.
Bahasa
tubuh dan nada suara seperti lawan jenisnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
transsexual adalah:
a.
individu
menampilkan identitas lawan jenisnya secara continue minimal dua tahun,
b.
memiliki
keinginan yang kuat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari lawan
jenisnya,
c.
mempunyai
keinginan yang kuat untuk berpakaian dan berperilaku menyerupai lawan jenis
kelaminya.
C.
Hubungan Harga Diri dengan Waria
Ketika
seorang individu memberikan arti harga diri terhadap dirinya yang tinggi, maka
ia akan menjadi sesorang yang normal. Namun ketika kebutuhan penghargaan diri
tidak terpenuhi, seorang individu akan mencari jalan lain agar kebutuhan
tersebut terpenuhi.
D.
Kerangka Konsep
Individu
|
Harga Diri Rendah
|
Hidup Normal
|
Prilaku Waria (Transexual)
|
Harga Diri Tinggi
|
E.
Hipotesis
Berdasarkan
tinjauan pustaka diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah individu kurang memahami konsep harga diri sehingga menjadi prilaku transexual
atau waria.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Variable
1.
Harga Diri
Harga
diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan dirinya yang diekspresikan melalui suatu bentuk penilaian
setuju dan menunjukkan tingkat dimana individu meyakini drinya sebagai individu
yang mampu, penting dan berharga. Harga diri dapat diukur dengan skala harga
diri yang disusun berdasarkan teori Coopersmith berdasarkan aspek-aspek harga
diri yaitu:
a.
Perasaan
Berharga
Perasaan
berharga merupakan perasaan yang dimiliki individu ketika individu tersebut
merasa dirinya berharga dan dapat menghargai orang lain. Individu yang merasa
dirinyaberharga cenderung dapat mengontrol tindakan-tindakannya terhadap dunia
diluar dirinya. Selain itu individu tersebut juga dapat mengekspresikan dirinya
dengan baik dan dapat menerima kritik dengan baik.
b.
Perasaan
Mampu
Perasaan
mampu merupakan perasaan yang dimiliki oleh individu pada saat dia merasa mampu
mencapai suatu hasil yang diharapkan. Individu yang memiliki perasaan mampu umumnya
memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yangrealistis.
Individu ini menyukai tugas baru yang menantang, aktif dan tidak cepat bingung
bila segala sesuatu berjalan di luar rencana. Mereka tidak menganggap dirinya
sempurna tetapi sadar akan keterbatasan diri dan berusaha agar ada perubahan
dalam dirinya. Bila individu merasa telah mencapai tujuannya secara efisien
maka individu akan menilai dirinya secara tinggi.
c.
Perasaan
Diterima
Perasaan
diterima merupakan perasaan yang dimiliki individu ketika ia dapat diterima
sebagai dirinya sendiri oleh suatu kelompok. Ketika seseorang berada pada suatu
kelompok dan diperlakukan sebagai bagian dari kelompok tersebut, maka ia akan
merasa dirinya diterima serta dihargai oleh anggota kelompok itu.
2.
Waria
Waria
(transseksual) secara psikis merasa dirinya tidak cocok dengan alat
kelamin fisiknya sehingga mereka memakai pakaian atau atribut lain dari jenis
kelamin yang lain. Waria dapat diukur dengan menggunakan skala waria
berdasarkan teori Maslim berdasarkan ciri-ciri waria (transexsual)
yaitu:
a.
identitas
transsexual harus sudah menetap selama minimal 2tahun, dan harus bukan
merupakan gjala dari gangguan jiwa lain seperti skizofrenia, atau berkaitan
dengan kelainan interseks, genetik, kromosom.
b.
Adanya
hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya,
disertai perasaan risih atau tidak serasi dengan anatomi seksualnya.
c.
Adanya
keinginan untuk mendapatkan terapi hormonal dan pembedahan untuk membuat
tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkan.
B.
Metode Penelitian
Penelitian
ini dilakukan terhadap waria yang berada di Lemabang dan sekitarnya.
1.
Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), penelitian yang
dilakukan di lapangan atau di lokasi penelitian, suatu tempat yang dipilih
sebagai lokasi untuk menyelidiki gejala objektif sebaga terjadi di lokasi
tersebut, yang dilakukan juga untuk penyusunan laporan ilmiah.
2.
Jenis
Data dan Sumber Data
a.
Jenis
Data
Jenis
data dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang bersifat menggambarkan, menjelaskan atau pemaparan
tentang masalah yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
b.
Sumber
Data
Sumber
data penelitian ini ada dua, yaitu primer dan sekunder. Data primer merupakan
data yang diperoleh atau bersumber dari tangan pertama (sumber pokok). Data
primer yaitu data yang
bersumber dari lapangan, dalam hal
ini data yang
diperoleh dari waria yang biasa
beraktifitas di Lemabang dan sekitarnya. Sedangkan data sekunder adalah data yang
berfungsi sebagai penunjang yakni dari para pedagang kaki lima, ojek, dan
lain-lain yang berada di sekitar daerah waria terebut biasa mangkal.
3.
Teknik
Pengumpulan Data
Data
yang diperlukan dalam penelitian ini dapat diperoleh melalui beberapa metode
yaitu :
a.
Metode
Observasi
Metode
observasi adalah cara pengumpulan data yang dilakukan langsung kelapangan
terhadap objek yang diteliti melalui pengamatan atau penginderaan. Seperti
mengetahui aktifitas waria ketika di malam hari.
b.
Wawancara
(In depth Interview)
Metode
ini digunakan untuk menemukan permasalahan yang lebih terbuka, dimana
pihak yang diajak wawancara diminta
untuk menceritakan bagaimana ia mulai menjadi seorang waria.
c.
Metode
Dokumentasi
Metode
ini adalah metode yang dilakukan penulis dengan melakukan pengumpulan data terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu dalam bentuk Recorder, Video dan lain-lain.
4.
Teknik
Analisis Data
Analisis
data pada penelitian yaitu
deskriptif kualitatif, artinya penelitian ini untuk memberikan
gambaran yang lebih jelas tentang makna
harga diri bagi waria.
Dalam
penelitian ini akan diketahui bagaimana seseorang bisa berubah menjadi waria
karena kurang memahami bagaimana makna harga diri yang sesungguhnya.
C.
Waktu Dan Tempat Penelitian
Tempat : Lemabang dan sekitarnya
Waktu : Pukul 18.00 s/d 06.00
WIB
BAB
IV
PEMBAHASAN
A.
Biodata
Sample
Nama lengkap : Muhammad firdaus
Nama samaran : Debora
Asal :
Cirebon (asli Palembang)
Pindah ke palembang tahun 1991-sekarang
Subjek mengatakan semenjak kecil ia sudah merasakan
memiliki kelainan pada dirinya, dan tingkah lakunya mulai terlihat kemayu saat ia menduduki sekolah tingkat SMP dan SMA. Subjek
mengakui, ia sering melakukan pekerjaan rumah tangga seperti, mencuci piring,
menyapu, dan lain sebagainya. Ia merasa tekanan batin dalam dirinya ketika ia
mendapatkan perlakuan keras dan larangan keluar rumah.
Pengalaman pertama
disodomi oleh rekan kerjanya yaitu
Erwin, saat ia bekerja di Hotel dan dia merasakan hasrat homo
seksual. Sosok rekan kerjanya tersebut
sangatlah maco, kekar tetapi memiliki kelainan yaitu homo seksual. “lama-kelamaan keenakan, keterusan” ujar
Debora terus terang.
Karena merasa terlanjur
terjun di dunia yang kelam ‘waria’ dia menjadikan kesenangannya sebagai
professi yang telah ia tekuni kurang lebih selama 10 tahun. Pada mulanya ia mendapat tentangan yang keras dari pihak keluarga, dipukulin saat ketahuan
berdandan ala wanita. Sejak saat itu dia merasa tidak nyaman atas tentangan tersebut dan kabur-kaburan dari rumah.
B.
Pembahasan
Setiap orang pasti
membutuhkan yang namanya penghargaan diri. Dengan harga diri ini seorang
individu bisa mengevaluasi hal-hal yang berkaitan dengan dirinya yang
diekspresikan melalui bentuk penilaian. Ketika seseorang menerima penghargaan
diri yang baik dari orang lain begitu juga dirinya menghargai dengan benar
dirinya sendiri maka dia dia akan terus mengembangkan dirinya sesuai keadaan
yang membuat dia nyaman tersebut. Begitu juga sebaliknya ketika penghargaan itu
tidak dia dapatkan maka muncullah prilaku-prilaku yang kita nilai sekarang
tidak benar, namun bagi mereka yang melakukannya itu suatu kebutuhan. Berikut
hasil wawan cara langsung dengan subjek di lapangan.
Saudara MF menerangkan
bahwa pertama saat kecil masih bersifat laki-laki, namun lama-kelamaan karena
kerja di hotel dan sering mengerjakan aktivitas wanita, dia mulai merasakan
bahwa itu membuat dia nyaman.
Dari sini kita bisa
melihat bahwa sebuah penghargaan itu bisa didapat walaupun cuma sekedar rasa
nyaman. Ditambah lagi rasa kebutuhan akan kenyamanan ini sedikit sekali yang
memberikan, dari pihak keluarga pun tidak ada yang memberikan. Seperti yang
diungkapkan saudara MF selanjutnya ketika dia berprilaku seperti itu, keluarga
tidak ada yang menyetujui bahkan sang kakak pun kerap memukulinya ketika dia
ketahuan berhias.
Namun, seperti apa yang
telah kita bahas tadi, bahwa rasa nyaman yang membuat saudara MF tersebut sudah
membuat dia ketagihan. Hal ini dirasanya memang mungkin suatu kodrat bagi
dirinya untuk seperti itu.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Waria suatu gejala kejiwaan yang agak susah dicari awal,
kapan serta dimana sejarah kebudayaan kaum waria itu muncul. Sebagaimana dalam
sejarah belum pernah mencatat secara pasti awal mulanya perkembangan kaum
waria, dikarenakan mereka belum masuk kedalam lingkungan peradaban manusia yang
normal, karena apapun yang dilakukan seorang waria tidak dapat dipandang
sebagai sebuah fenomena, sejarah kebudayaan dan peradaban. Dalam kenyataan kaum
waria ada karena berbagai sebab: dari seni budaya daerah ataupun dari pengaruh
modernisasi dan sebagainya.
Hampir semua mengenal waria (wanita tapi pria). Waria
adalah individu yang memiliki jenis kelamin laki-laki tetapi berprilaku dan
berpakaian seperti layaknya seorang perempuan. Waria merupakan kelompok
minoritas dalam masyarakat, namun demikian jumlah waria semakin hari semakin
bertambah, terutama di kota-kota besar.
Kehidupan kaum waria seolah membentuk dunia baru, yang
penuh kenikmatan dan kepuasan tersendiri bagi seorang waria serta pelanggan yan
tak kunjung henti-hentinya datang dan pergi. Dengan semakin manjamurnya kaum
waria maka semakin marak pula lelaki hidung belang yang memakai jasa waria dari
beberapa segi:
a.
Hubungan seksual melalui anus.
b.
Mencari kepuasan laki-laki dengan laki-laki
c.
Hubungan seks pria dengan pria
Waria (wanita-pria) salah satu dari orang-orang yang
menganut homoseksual, yakni suatu hubungan atau transaksi yang berkaitan dengan
kepuasan, seksualitas yang menurut mereka dapat menghasilkan uang. Harga diri
seorang waria bukanlah suatu priortas yang penting bagi mereka. ada beberapa
faktor yang menjadi alasan bagi mereka untuk tidak terlaku memprioritaskan
harga diri. Tak banyak sebenarnya yang dituntut oleh kaum waria itu. Hanya
pengakuan akan keberadaan mereka dan kesetaraan akan segala hal yang
berhubungan dengan kemanusiaan.
B.
Saran
Orang memiliki alasan
tersendiri untuk menjadikan dirinya sebagai waria atau pun bukan. Entah itu
karena faktor ekonomi, atau pun ia memang sudah ditakdirkan untuk menjadi orang
yang memiliki orientasi sex yang berbeda. Kebanyakan para waria yang berada di
jalanan, mereka adalah seratus persen laki-laki. Akan tetapi karena tuntutan
ekonomi yang menghimpit, mereka merelakan harga dirinya jatuh untuk menjadi
waria dan mengamen dijalanan demi untuk sesuap nasi. Sedangkan para waria yang
tulen, ia memang memiliki orientasi sex yang berbeda. Mereka lebih menyukai
kepada sesama jenis ketimbang lawan jenisnya. Hal ini tentu saja menjurus
kepada hal yang negatif dan membutuhkan pembinaan dari kita. Sebagai seorang
yang mempunyai hati nurani, hendaklah masyarakat tidak memandang sebelah mata
kepada para waria. Mereka (waria) membutuhkan perhatian kita.
Pembinaan mental dan spiritual sangat dibutuhkan, karena hal ini akan
membuat mereka merasa diperhatikan dan tidak merasa dikucilkan.
Pembinaan mental akan
membangun kepercayaan diri mereka sehingga mereka tidak merasa tersisihkan.
Pembinaan spiritual akan membuat kaum waria lebih mengenal Tuhannya, sehingga
mereka akan merenungi diri mereka dan menumbuhkan kesadaran, ke arah mana
mereka akan menuju.
Banyak sisi positif yang
harus kita lihat dari seorang waria. Mereka bekerja keras untuk menghidupi
keluarganya, walaupun itu membuat harga diri mereka terluka. Banyak diantara
mereka pula yang taat pada agama. Menurut Kirana, yaitu ketua salah satu
komunitas waria di Yogyakarta mengatakan bahwa walaupun pada saat ”jam kerja”
mereka ber-make up ria, akan tetapi pada saat waktu shalat tiba mereka
bersegera menghapus riasan dan shalat dengan mengenakan busana layaknya pria
normal.
Tentu saja sebenarnya
mereka menyadari akan kekeliruan mereka tersebut. Namun , untuk kembali kepada
diri mereka yang sesungguhnya, tentu saja membutuhkan proses yang panjang.
Pemerintah sudah banyak menyediakan tempat pembinaan untuk para waria seperti pesantren,
dan lain sebagainya.
Di pesantren, waria tidak
hanya diajarkan ilmu agama saja. Akan tetapi mereka dibina untuk bisa bersosialisasi
dengan baik dengan lingkungan sekitar, serta dibekali ketrampilan khusus untuk
pengembangan ekonomi di masa depan mereka. Dengan adanya perhatian dan
pembinaan seperti ini, tentu saja akan membuat kehidupan waria akan membaik.
Mereka tidak akan lagi mengamen dijalanan, serta melakukan berbagai hal negatif
lainnya.
Buka mata hati kita. Waria
juga manusia yang butuh rasa penghargaan. Rangkul mereka dalam kebersamaan.
Berbeda bukanlah suatu penghalang untuk terus menyemaikan tali persaudaraan dan
kebaikan. Pelangi itu indah karena mempunyai banyak warna yang berbeda.
Begitupun dengan kita. Tuhan menciptakan kita berbeda-beda untuk saling
mengenal dan memaknai suatu perbedaan dengan bijaksana untuk menebar cinta dan
kasih di muka bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar