Minggu, 21 Desember 2014

Hakikat Guru dan Proses Pembelajaran

Makalah Psikologi Pendidikan
Hakikat Guru dan Proses Pembelajaran
“Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Psikologi Pendidikan Semester 5”



DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 5

Ahmad Marzuki                                                  12350007
Alvia Maulani                                                      12350012
Dede Ariani                                                         12350035


Dosen Pembimbing
Lukmawati, MA


JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2014



PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Mengapa manusia perlu dan harus dididik? Pertanyaan ini menuntut jawaban yang tidak berbeda dengan pertanyaan mengapa manusia harus belajar? Jika saja bayi manusia yang baru dilahirkan tidak mendapat bantuan dari manusia dewasa yang lain, tidak belajar, niscaya binasalah ia. Ia tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia tidak dididik atau diajar oleh manusia.
Manusia bukan hanya makhluk biologis seperti halnya dengan hewan. Manusia adalah makhluk sosial dan budaya. Jelaslah kiranya, bahwa belajar sangat penting bagi kehidupan seorang manusia. Manusia selalu dan senantiasa belajar bilamanapun dan dimanapun dia berada.
Namun, seiring perkembangan zaman, pendidikan di Indonesia mulai mengalami kemunduran. Banyak orang-orang yang telah bersekolah tinggi tapi masih menunjukkan prilaku-prilaku yang mencerminkan tidak berpendidikan. Masih banyak remaja-remaja sekarang yang seolah-olah tidak pernah mendapatkan pendidikan yang baik dari guru-guru mereka. Yang menjadi pertanyaan sekarang, siapakah yang harus disalahkan? Apakah guru mereka atau sistem pendidikan yang kurang tepat?
Maka, pada pembahasan kali ini penulis akan membahas mengenai Hakikat Guru dan Proses Pembelajaran.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian Guru?
2.      Bagaimana Kekuasaan Guru?
3.      Bagaimana Pengertian Pembelajaran?
4.      Bagaimana Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran?



PEMBAHASAN

A.    Pengertian Guru
Pengertian guru sampai sekarang masih terus diperdebatkan. Ada yang menyatakan bahwa guru adalah seseorang yang profesinya mengajar orang lain. Ada yang menyatakan bahwa guru adalah orang yang memengaruhi orang lain. Penulis memutuskan bahwa istilah yang tepat untuk menyebut guru adalah mu’allim.[1] Arti asli kata ini dalam bahasa Arab adalah menandai. Ternyata, ketika ditelusuri, pekerjaan guru secara psikologis adalah mengubah prilaku murid. Pada dasarnya, mengubah prilaku murid adalah memberi tanda, yaitu tanda perubahan.
Guru sebagai pelaku utama dalam penerapan program pendidikan di sekolah memiliki peran yang sangat penting  dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.[2] Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan anak.[3]
Sedangkan menurut kajian Islam, menurut Imam al-Ghazali, guru adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan, segala potensi yang ada pada peserta didik. Serta membersihkan hati peserta didik agar bisa dekat dan berhubungan dengan Allah SWT.[4]

B.     Kekuasaan Guru
Ketika sedang sekolah dasar, Anda pernah merasa segan pada guru Anda? Anda suka bersembunyi jika guru Anda menuju ke arah Anda, bukan? Lalu, Anda merasa senang bila guru Anda menyuruh melakukan sesuatu? Apa penyebab semua ini?
Penyebabnya adalah kekuasaan. Kekuasaan menurut Kelman, adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Kekuasaan dalam pengertian Kelman tersebut menimbulkan akibat interaksi antara guru dan siswa. Kekuasaan seorang guru dapat menjadikan siswa tunduk pada kehendaknya. Berikut ini beberapa jenis-jenis kekuasaan yang dimiliki guru.
1.      Kekuasaan koersif (coersive power). Kekuasaan ini menunjukkan kemampuan seorang guru untuk membuat sanksi atau ganjaran pada siswanya.
2.      Kekuasaan keahlian (expert power). Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki seorang guru.
3.      Kekuasaan informasional (informational power). Kekuasaan ini berasal dari komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh seorang guru.
4.      Kekuasaan rujukan (referent power). Kekuasaan ini menunjukkan kemampuan seorang guru yang menjadikan siswanya merasa kagum padanya sehingga mereka ingin meniru apa yang dilakukannya.
5.      Kekuasaan legal (legitimate power). Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan atau norma yang menyebabkan guru melakukan suatu tindakan.[5]

C.    Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Dengan perkataan lain bahwa istilah pembelajaran dapat diberi arti sebagai kegiatan sistematik dan sengaja dilakukan oleh pendidik untuk membantu peserta didik agar tercapai tujuan pembelajaran. Kegiatan belajar terjadi pada diri siswa sebagai akibat dari kegiatan membelajarkan. Setiap anak telah dibekali berbagai potensi yang ada dalam dirinya, tugas pendidiklah mengembangkan segala potensi yang dimiliki anak tersebut.
Berikut ini uraian beberapa macam cara penyesuaian diri yang dilakukan manusia dengan sengaja maupun tidak sengaja, dan bagaimana hubungannya dengan belajar:


1.      Belajar dan Kematangan
Kematangan (maturation) adalah suatu proses pertumbuhan organ-organ. Suatu organ dalam diri makhluk hidup dikatakan telah matang, jika ia telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan itu datang waktunya dengan sendirinya.
Sedangkan belajar lebih membutuhkan kegiatan yang disadari, suatu aktivitas, latihan-latihan dan konsentrasi dari orang yang bersangkutan. Proses belajar terjadi karena perangsang-perangsang dari luar. Sedangkan proses kematangan terjadi dari dalam.
Akan tetapi meskipun demikian janganlah dilupakan bahwa kedua proses (belajar dan kematangan) itu dalam prakteknya berhubungan erat satu sama lain, keduanya saling menyempurnakan.

2.      Belajar dan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri merupakan juga suatu proses yang dapat merubah tingkah laku manusia. Penyesuaian diri termasuk ke dalam proses belajar, karena daripadanya terjadi perubahan-perubahan yang kadang-kadang sangat mendalam dalam kehidupan manusia. Manusia dalam kehidupannya tiap-tiap hari selalu belajar. Akan tetapi tidak semua belajar adalah penyesuaian diri.

3.      Belajar dan Pengalaman
Belajar dan pengalaman, keduanya merupakan suatu proses yang dapat merubah sikap, tingkah laku dan pengetahuan kita. Akan tetapi, belajar dan memperoleh pengalaman adalah berbeda. Mengalami sesuatu belum tentu merupakan belajar dalam arti pedagogi, tetapi sebaliknya tiap-tiap belajar berarti juga mengalami.

4.      Belajar dan Bermain
Dalam bermain juga terjadi proses belajar. Persamaannya ialah bahwa dalam belajar dan bermain keduanya terjadi perubahan, yang dapat mengubah tingkah laku, sikap dan pengalaman.
Akan tetapi, antara keduanya terdapat perbedaan. Menurut arti katanya, bermain merupakan kegiatan yang khusus bagi anak-anak meskipun pada orang dewasa terdapat juga. Sedangkan belajar merupakan kegiatan yang umum, terdapat pada manusia sejak lahir sampai mati.
Menurut sifatnya, perbedaan antara belajar dan bermain ialah kegiatan belajar mempunyai tujuan yang terletak pada masa depan, masa kemudian. Sedangkan kegiatan bermain hanyalah ditunjukkan untuk situasi di waktu itu saja. Tujuan bermain (kesenangan, kepuasan) terletak dalam situasinya, di waktu kegiatan permainan itu berlangsung.
Meskipun demikian, hubungan antara keduanya sangat erat, kita mengenal belajar sambil bermain, (yang ditekankan adalah belajarnya) dan kalimat bermain sambil belajar, (yang ditekankan adalah bermainnya).

5.      Belajar dan Pengertian
Belajar mempunyai arti yang lebih luas daripada hanya mencapai pengertian. Ada proses belajar yang berlangsung dengan otomatis tanpa pengertian. Seperti proses belajar yang terjadi pada hewan. Umpamanya seekor anak kucing melatih diri menangkap dengan menggunakan bola. Latihan cara menangkap itu dilakukannya tanpa pengertian tanpa menyadari apa maksud dan tujuan dari latihan itu. Pada manusia, belajar semacam inipun terdapat pula.
Sebaliknya ada pula pengertian yang tidak menimbulkan proses belajar. Dengan mendapatkan suatu pengertian tertentu, belum tentu seseorang kemudian berubah tingkah lakunya. Belum tentu seseorang yang mengerti tentang sesuatu berarti menjalankan atau bersikap sesuai dengan pengertian yang telah dicapainya itu.

6.      Belajar dan Menghafal atau Mengingat
Menghafal atau mengingat tidak sama dengan belajar. Hafal atau ingat akan sesuatu belum menjamin bahwa dengan demikian orang sudah belajar dalam arti yang sebenarnya. Sebab untuk mengetahui sesuatu tidak cukup hanya dengan menghafal saja, tetapi harus dengan pengertian.
Maksud belajar ialah menyediakan pengalaman-pengalaman untuk menghadapi soal-soal di masa depan. Jika pengalaman-pengalaman itu hanya merupakan sesuatu yang statis, yang tidak berguna untuk adanya perubahan dalam tingkah laku, sikap atau pengetahuan, maka dalam hal yang demikiab tidak terjadi proses belajar.

7.      Belajar dan Latihan
Persamaannya ialah bahwa belajar dan latihan keduanya dapat menyebabkan perubahan atau proses dalam tingkah laku, sikap dan pengetahuan. Akan tetapi antara keduanya terdapat pula perbedaan. Di dalam praktek terdapat pula proses belajar yang terjadi tanpa latihan. Umpamanya, seorang anak yang terbakar tangannya di dapur, sekali saja ia tahu bahwa api itu panas. Jadi, belajar mempunyai arti yang lebih luas daripada latihan.[6]
Ada pula belajar yang hanya dengan pengertian saja, tanpa latihan. Seorang anak yang dibawa berkarya-wisata ke pabrik gula umpamanya, dapat mengerti bagaimana proses membuat gula.

D.    Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran
Peran utama seorang guru adalah menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan kebudayaan masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan. Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran, bagaimanapun hebatnya tekhnologi, peran guru akan tetap diperlukan. Tekhnologi yang konon bisa memudahkan manusia mencari, mendapatkan informasi, dan pengetahuan, tidak mungkin dapat mengganti peran seorang guru.[7] Ada beberapa peran guru dalam proses pembelajaran, antara lain:
1.      Guru sebagai demonstrator
Dengan peranannya sebagai demonstrator atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan serta senantiasa mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya.
Sedangkan menurut Wina Sanjaya, yang dimaksud dengan peran guru sebagai demonstrator adalah peran untuk mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.[8]

2.      Guru sebagai pengelola kelas
Tujuan pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan  fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil belajar yang baik. Sebagai pengelola, guru berperan dalam menciptakan iklim secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik, guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar siswa.

3.      Guru sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Sebagai mediator, guru menjadi perantara hubungan antar manusia. Dalam konteks kepentingan ini, guru harus terampil dengan mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi.[9]

4.      Guru sebagai evaluator
Fungsi ini dimaksudkan agar guru mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan telah tercapai atau belum, dan apakah materi yang sudah diajarkan sudah cukup tepat. Dengan melakukan penilaian, guru akan dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran serta keefektifan metode mengajar. dalam peran ini, guru menyimpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan.[10]
5.      Guru sebagai motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar. Dengan demikian, siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan tidak ada dorongan motivasi dalam dirinya. Oleh sebab itu, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa, karena pada hakikatnya aktivitas belajar adalah aktivitas yang berhubungan dengan keadaan mental seseorang.[11]
Ada beberapa cara untuk memotivasi siswa dalam belajar, antara lain:
a.       Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
b.      Membangkitkan minat siswa.
c.       Sesuaikan materi pelajaran dengan pengalaman dan kemampuan siswa.
d.      Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
e.       Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.
f.       Ciptakan persaingan dan kerja sama.


PENUTUP

A.    Kesimpulan
Belajar sangat penting bagi manusia. Karena jika tidak belajar, maka manusia akan binasa. Belajar juga mempengaruhi sikap dan tingkah laku manusia. Maka seorang guru yang berfungsi untuk membantu agar siswa melakukan kegiatan belajar, haruslah mengetahui apa saja perannya didalam proses pembelajaran, baik sebagai demonstrator, fasilitator, pengelola kelas, maupun motivator.

B.     Saran
Agar pendidikan di Indonesia ini menciptakan bibit-bibit unggul di mata dunia, demi kemakmuran bangsa dan demi kesejahteraan bersama, marilah kita bersama-sama untuk belajar yang lebih baik, hidupkan suasana ketika belajar, menghormati guru-guru kita dimanapun dan kapanpun.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu & Supriyono, Widodo. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Haidir & Salim. 2012. Strategi Pembelajaran. Medan: Perdana Publishing.
Mahmud. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Nasution, Wahyudin Nur. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: Perdana Publishing.
Nur, Sunardi & Wahyuningsih, Sri. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo.
Purwanto, Ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Cetakan Ke-8. Jakarta: Kencana.
Yusuf, Syamsu & Sugandhi, Nani. 2011. Perkembangan Peserta Didik Cetakan Ke-3. Jakarta: rajawali Press.


[1] Mahmud. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Hlm. 289
[2] Syamsu Yusuf & Nani Sugandhi. 2012. Perkembangan Peserta Didik Cetakan ke-3. Jakarta: Rajawali Press. Hlm. 139
[3] Abu Ahmadi & Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hlm. 98-99
[4] Wahyuddin Nur Nasution. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: Perdana Publishing. Hlm. 76
[5] Mahmud. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Hlm. 293-294
[6] Ngalim Purwanto. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm. 86-89
[7] Wina Sanjaya. 2011. Strategi Pembelajaran Cetakan ke-8. Jakarta: kencana. Hlm. 21
[8] Ibid., Wina Sanjaya, Hlm. 26
[9] Sunardi Nur & Sri Wahyuningsih. 2002. Psikologi pendidikan. Jakarta: PT Grasindo. Hlm. 30
[10] Wina Sanjaya. 2011. Strategi Pembelajaran Cetakan ke-8. Jakarta: Kencana. Hlm 31-32
[11] Haidir & Salim. 2012. Strategi Pembelajaran. Medan: Perdana Publishing. Hlm. 61

Tidak ada komentar:

Posting Komentar