I.
Tema
Kontroversi
Kenaikan BBM
II.
Lokasi Observasi
Laboratorium
Psikologi Islam Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang
III.
Hari / Tanggal
Selasa,
2 Desember 2014
IV.
Waktu
Jam
10.00-12.00 WIB (2 Jam)
V.
Nama Observee
F
VI.
Deskripsi Ciri-Ciri Observee
Seorang
Laki-laki berumur 20 Tahun, yang memiliki postur tubuh pendek, gemuk, berwajah
bulat, bermata sipit agak kecoklatan, alis tebal, berhidung pesek, serta gaya
rambut lurus, dan kurang memperhatikan apa yang ada pada dirinya sendiri,
terlihat dari jaket yang agak kusut yang ia pakai, bercelana dasar, tidak
memakai minyak wangi atau parfum, dan juga tidak menggunakan minyak rambut.
VII.
Deskripsi Hasil Observasi
Tabel Catatan Anecdotal
Record
Baris Ke
|
Uraian
|
Tema
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
|
Observee
Terlihat bingung ketika kami persilahkan duduk sambil melihat sekeliling
ruangan dengan tatapan tajam. Tidak lama dari itu, observee mulai mengajak
ngobrol anggota diskusi lain. Obsevee memberikan senyum tipis kepada anggota
diskusi lain, kemudian observee juga sering bertanya kepada anggota diskusi
lain. Namun observee terlihat gugup pada penyampaian pendapat untuk pertama
kalinya serta intonasi suara kadang pelan, kadang tinggi dan juga menunjukkan
jari ketika bicara, enggerakkan tangan keatas, kebawah. Observee menunjukkan
ekspresi wajah sering berganti-ganti. Sesekali menganggukkan kepala ketika
anggota diskusi lain berpendapat. Ketika diskusi mulai memanas, tangannya
sering memegang dagu, dan tidak malu bertanya kepada anggota diskusi lain
ketika dia tidak mengerti apa yang sedang dibahas sekarang. Observee mulai
menunjukkan ekspresi wajah mulai serius. Dia selalu mencatat, sebelum
menyampaikan pendapat dan selalu senyum ketika melihat pendapat lainnya. Dia
juga secara Blak-blakan dalam berpendapat serta menatap serius pada sanggahan
anggota lain. Setiap dia berpendapat, dia selalu berempati terhadap perasaan
orang lain. Dia memiliki dorongan kuat saat berpendapat, dan saat diskusi
hampir berakhir, kakinya terlipat dan diluruskan kedepan sambil menyenderkan
punggung. Wajahnya terlihat lesu serta memasukan tangannya ke dalam saku
jaket, sedikit menggaruk kepala dan melihat-lihat kembali sekelilingnya
|
Penyesuaian
diri observee terhadap lingkungannya (1-7)
Observee
menyampaikan pendapat (8-9)
Cara
berkomunikasi (10-20)
Observee
menulis (21-23)
Keadaan emosional
obsevee (24-33)
|
VIII.
Pembahasan
Jika
dilihat dari cara penyesuaian diri observee, kami menilai bahwa observee
memiliki bentuk penyesuaian diri yang sangat baik, terlihat ketika di awal
berdiskusi, observee melakukan penyesuaian diri atuoplastis, dimana ia
menyesuaikan dirinya terlebih dahulu dengan keadaan sekitarnya,[1]
dengan cara murah senyum dan juga mudah bertanya atau mengajak ngobrol anggota
diskusi lainnya. Kemudian ketika waktu berdiskusi berjalan, observee mengubah
lagi penyesuaian dirinya ke alloplasitis, dimana dia memaksa lingkungannya
(anggota diskusi lain) untuk menerima pendapat yang dia sampaikan mengenai
kenaikan BBM, sehingga sampai di akhir diskusi dia bersama dua laki-laki yang
juga sebagai anggota diskusi tetap menguasai jalannya diskusi ini.
Kemudian
ketika observee sedang menyampaikan pendapatnya, dia juga tidak lupa memberikan
pesan-pesan nonverbal seperti gerakan tangan, ekspresi wajahnya yang
berubah-ubah serta intonasi nada suaranya yang sesuai dengan keadaannya saat
itu, guna membuat anggota diskusi lain memahami apa yang dia sampaikan. Hal ini
diperkuat dengan pandangan perspektif interaksionis simbolik.
G.
H. Mead (tokok interaksionisme simbolik), mengatakan bahwa orang bergerak untuk
bertindak berdasarkan makna yang diberikan pada orang, benda, dan pristiwa. Makna-makna
ini diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang, baik utnuk berkomunikasi
dengan orang maupun dengan dirinya sendiri, atau pikiran pribadinya. Bahasa
memungkinkan orang untuk mengembangkan mengenai diri dan untuk berinteraksi
dengan orang lainnya dalam sebuah komunitas.[2]
Untuk
mendapatkan pemahaman lebih dalam mengenai pola interaksi yang dilakukan
observee, maka kami menambahkan sedikit analisis dari salah satu teori dalam
komunikasi nonverbal, yakni teori struktural kumulatif.[3]
Teori ini disebut struktural kumulatif karena lebih banyak membahas mengenal
makna yang berkaitan dengan gerak tubuh dan ekspresi wajah ketimbang struktur
prilaku.
Selanjutnya,
dalam teori ini terdapat lima kategori yang terjadi dalam komunikasi nonverbal,
yakni:
1)
Emblem, berarti gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang memiliki nilai
sama dengan pesan verbal, yang disengaja dan dapat berdiri sendiri tanpa
bantuan pesan verbal. Contohnya adalah ucapan setuju yang dapat digantikan
dengan anggukan kepala dan acungan jempol.
2)
Ilustrator, berartigerakan tubuh atau eksoresi wajah yang mendukung dan
melengkapi pesan verbal. Misalnya raut muka yang serius ketika memberikan
penjelasan untuk menunjukkan bahwa apa yang dibicarakan adalah persoalan
serius, atau gerakan tangan yang menggambarkan sesuatu yang sedang dibicarakan.
3)
Regulator, berarti tindakan yang disengaja yang biasanya digunakan dalam
percakapan, misalnya mengenai giliran berbicara. Bentuk-bentuk lain dari
regulator seperti senyuman, tangan yang menunjuk, orientasi tubuh dan
sebagainya, yang kesemuanya berperan dalam mengatur arus informasi pada suatu
situasi percakapan.
4)
Adaptor, yaitu tindakan yang disengaja, yang digunakan untuk menyesuaikan
tubuh dan menciptakan kenyamanan bagi tubuh atau emosi. Terdapat dua
subkategori dari adaptor, yaitu self (seperti menggaruk kepala, menyentuh dagu atau
hidung) dan object (menggigit pensil, memainkan kunci).. prilaku ini
biasanya dipandang sebagai refleksi kecemasan atau prilaku negatif.
5)
Affect
Display, berarti penggambaran emosi yang
dapat disengaja maupun tidak, dapat menyertai pesan verbal maupun berdiri
sendiri. Menurut teori ini juga, terdapat tujuh bentuk affect display yaitu
marah, menghina, malu, takut, gembira, sedih, dan terkejut.
Dari
segi kecerdasan observee, sebagaimana prilaku-prilaku yang tampak dalam
pelaksanaan diskusi ini, kami mengambil kesimpulan bahwa observee memiliki
kecerdasan bergaul (People Smart). Dalam hal ini, kami meninjau prilaku
observee yang tampak tersebut dari The
Theory of Multiple Intelegences dari Howard Gardner. Gardner memetakan
kecerdasan menjadi delapan tipe kecerdasan, yaitu sebagai berikut:[4]
a.
Kecerdasan
angka (number smart)
Kecerdasan
angka adalah keahlian mengunakan angka dengan baik dan penalaran yang benar.
Gardner terkadang menyebut kecerdasan angka ini dengan kecerdasan matematis-logis.
b.
Kecerdasan
gambar (picture smart)
Kecerdasan
gambar adalah keahlian memersepsi dunia spasial-visual secara akurat dan
mentranformasikan persepsinya. Kecerdasan gambar terkadang disebut dengan
kecerdasan spasial.
c.
Kecerdasan
tubuh (body smart)
Kecerdasan
tubuh adalah keahlian menggunakan seluruh tubuh ntuk mengekspresikan ide dan
perasaan serta keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah
sesuatu.
d.
Kecerdasan
musik (music smart)
Kecerdasan
musik adalah keahlian menangani bentuk-bentuk musikal dengan cara memersepsi,
membedakan, mengubah, dan mengekspresikan.
e.
Kecerdasan
bergaul (people smart)
Kecerdasan
bergaul adalah keahlian memersepsi dan membedakan suasana hati, maksud,
motivasi, serta perasaan orang lain.
f.
Kecerdasan
diri (self smart)
Kecerdasan
diri adalah leahlian memahami diri sendiri dan bertindak sesuai pemahaman
tersebut. Kecerdasan diri terkadang disebut dengan kecerdasan interpersonal.
g.
Kecerdasan
alam (nature smart)
Kecerdasan
alam adalah keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies, baik flora maupun
fauna, di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini terkadang dinamai dengan
kecerdasan naturalis.
h.
Kecerdasan
kata (word smart)
Kecerdasan
kata adalah keahlian menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan atau
secara tulisan. Kecerdasan ini sering disebut dengan kecerdasan linguistik.
Kemudian
yang terakhir, dari segi emosional observee dari awal hingga akhir berjalannya
diskusi, observee banyak mengalami perubahan-perubahan emosional. Pertama kali
masuk ruangan bersama anggota diskusi lain, dia tampak kebingungan. Setelah
diskusi berjalan 15 menit mulai tampak kebosanan yang dialami observee. Namun,
ketika diskusi mencapai tahap puncak, observee pun menunjukkan wajah yang
serius kembali.
Untuk
menjelaskan hal ini, kami memaparkan analisis dari teori kognitif. Menurut
pandangan kognitif, reaksi emosi muncul ketika individu menghadapi situasi
tertentu. Reaksi emosi seseorang ditentukan oleh bagaimana individu menginterpretasikan
pengalaman-pengalamannya terhadap situasi tersebut.[5]
Pemikiran individu terhadap situasi menekan yang dihadapi akan menentukan
kualitas dan intensitas reaksi emosi, pemikiran-pemikiran negatif dapat
memunculkan reaksi emosi yang negatif pada seseorang, begitu juga sebaliknya,
pemikiran-pemikiran yang positif dapat memunculkan reaksi emosi yang positif
pada diri seseorang.
Maka
sudah jelas bahwa, perubahan reaksi yang dialami observee adalah hal yang
wajar, karena dia merespon bagaimana situasi pada keadaan diskusi tersebut.
Kami juga menyimpulkan bahwa observee memenuhi ciri kesehatan emosi yang baik,
yaitu:[6]
1.
Penggambaran
dan penampilan diri secara wajar
2.
Mampu
mengidentifikasi macam-macam emosi yang dimilikinya
3.
Mampu
mengomunikasikan emosinya secara tepat sasaran
4.
Mampu
memahami, menerima, mengayomi emosi orang lain dengan simpatik
IX.
Kesimpulan
Dari
hasil data observasi yang telah kami kumpulkan, maka dapat disimpulkan bahwa
observee memiliki kecerdasan yang tingggi dalam bergaul, hal ini terbukti dari
prilaku observee yang tampak pada saat diskusi seperti tidak malu bertanya
kepada anggota diskusi lain, memiliki empatik yang besar terhadap perasaan atau
penderitaan orang lain khsusnya masyarakat kalangan bawah yang merasa tidak
setuju karena kenaikan harga BBM ini.
Secara
emosional, observee memiliki tingkat emosional yang baik karena telah memenuhi
ciri kesehatan emosi yang baik, seperi yang dilakukan observee dalam
memunculkan ekspresi wajahnya, ketika diskusi hambar diapun ikut merasakan kebosanan,
dan ketika suasana diskusi memanas, dia menampilkan ekspresi wajah yang serius.
Observee
memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik, terlihat ketika diawal diskusi,
dia masih lugu serta kebingungan, namun lama-kelamaan mulai mengikuti arus diskusi
serta mulai mendominasi jalannya diskusi tersebut. Hal ini juga diperkuat
dengan pola interaksi yang sesuai dengan keadaan situasinya, serta penggunaan
komunikasi nonverbal yang baik pula.
X.
Rekomendasi
Persoalan
kenaikan harga BBM selalu menjadi perdebatan yang tiada hentinya di Indonesia
ini. Selalu terjadi Pro dan Kontra diantara kalangan masyarakat. Melihat hal
ini, kami mencoba menyampaikan pendapat bagaimana kalau kita lihat patokan
harga BBM di Negara Tetangga, seperti di Malaysia misalnya. Disana ketika harga
BBM dunia naik, maka harga penjualan BBM di sana juga akan dinaikkan, begitu
juga sebaliknya, ketika harga BBM dunia menurun, maka diturunkan juga harga
penjualan BBM tersebut. Karena yang menjadi inti permasalahan di Indonesia ini,
kalau harga BBM naik tidak ada waktu turun harganya sehingga menyebabkan harga
kebutuhan-kebutuhan lainnya ikut menaik tiada henti.
XI.
Saran
Kami
menyarankan agar pelaksanaan observasi individu ini tetap ada kedepannya, namun
divariasikan sebaik mungkin seperti setting tempat di taman misalnya, jadi
mereka yang menjadi observee akan merasakan kebebasan sehingga mereka bisa
mengekuarkan totalitas mereka. Karena kalau kami menilai, ketika mereka
berdiskusi di dalam kelas, apalagi jumlah mahasiswa yang padat akan membuat
mereka semakin tertekan, dan muncul mekanisme pertahanannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Mahmud. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Modul 6: Teori Komunikasi Verbal dan Nonverbal. Diases dari situs http://cai.elearning.gunadarma.ac.id.
Purwanto, Ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Ritzer, George & J. Goodman, Douglas. 2010. Teori Sosiologi
Modern. Jakarta: Prenada Media Group.
Tumanggor, Rusmin. 2014. Ilmu Jiwa Agama (The Psychology of
Religion). Jakarta: Kencana.
Lampiran
[1] Ngalim
Purwanto. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm.
18
[2] George Ritzer
& Douglas J.Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada
Media Group. Hlm 275-277
[3] Modul 6: Teori
Komunikasi Verbal dan Nonverbal. Diases dari
situs http://cai.elearning.gunadarma.ac.id pada jam 10.00
WIB. Hlm. 17-18
[4] Mahmud. 2010. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Hlm. 97-98
[5] Theresia Genduk
Susilowati. 2011. Jurnal Psikologi: Pengaruh Terapi Menulis Pengalaman
Emosional Terhadap Penurunan Depresi pada Mahasiswa Tahun Pertama (Volume 38,
No. 1). Universitas Gajah Mada. Hlm. 93
[6] Rusmin
Tumanggor. 2014. Ilmu Jiwa Agama (The Psychology of Religion). Jakarta:
Kencana. Hlm. 170
Tidak ada komentar:
Posting Komentar