Sabtu, 27 September 2014

Melihat Buta Warna

LAPORAN PRAKTIKUM
PSIKOLOGI FAAL

Nama Mahasiswa                 : Ahmad Marzuki
Nomor Mahasiswa               : 12350007
Nama Percobaan                  : Melihat Buta Warna
Nomor Percobaan                : II
Nama Orang Pecrobaan       : Alhadid Mukaroma
Nama Pelaku Percobaan      : Ahmad Marzuki
Tanggal Percobaan               : 07 Desember 2013
Tempat Percobaan                : Laboratorium Fakultas Ushuluddin Dan Pemikiran Islam IAIN Raden Fatah Palembang
 


       I.            Tujuan Percobaan
Untuk melihat apakah seseorang mengalami buta warna.

    II.            Dasar Teori
Buta warna adalah penyakit keturunan yang disebabkan oleh gen resif c (asal dari perkataan Inggris Color blind) karena gen-nya terdapat dalam kromosom x. Perempuan memiliki 2 kromosom x, maka seorang perempuan dapat normal homozigotik (CC), normal heterozigotik (Cc) atau yang amat jarang dijumpai homozigotik (cc) sehingga buta warna. Laki-laki hanya memiliki sebuah kromosom x, sehingga ia hanya dapat normal (C-) atau buta warna (c-) saja. Seorang perempual normal yang kawin dengan laki-laki buta warna (c-) akan mempunyai anak normal. Baik laki-laki maupun perempuan.
Buta warna merupakan kelainan genetik atau bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Kelainan ini sering juga disebut sex linked, karena kelainan ini dibawa oleh kromosom x, artinya kromosom y tidak membawa faktor buta warna. Hal inilah yang membedakan antara penderita buta warna pada laki-laki dan perempuan. Seorang perempuan terdapat istilah “pembawa sifat” hal ini menunjukan ada satu kromosom x yang membawa sifat buta warna. Perempuan dengan “pembawa sifat” secara fisik tidak mengalami kelainan buta warna sebagaimana wanita normal pada umumnya. Tetapi perempuan dengan “pembawa sifat” berpotensi menurunkan faktor buta warna kepada anaknya kelak. Apabila pada kedua kromosom x mengandung faktor buta warna maka seorang wanita tersebut menderita buta warna. Sel saraf di retina terdiri atas sel batang yang peka terhadap warna lainnya. Buta warna terjadi ketika saraf reseptor cahaya di retina mengalami perubahan, terutama sel kerucut. Untuk melihat warna, terdapat dua teori yaitu:
1.      Teori komponen
Merupakan teori yang diusulkan oleh Thomas Young (1802), kemudian disempurnakan oleh Hermann von Helmholtz. Teori ini mengatakan bahwa terdapat tiga macam reseptor kerucut warna.
Ada satu kondisi dimana ketika seseorang tidak dapat melihat warna sama sekali. Cacat tersebut dinamakan buta warna total maupun buta warna sebagian yang mempengaruhi individu untuk membedakan warna. Variasi dari buta warna yang dibawa sejak lahir cukup nyata. Buta warna dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu:
1)      Trikomasi
Yaitu mata mengalami perubahan tingkat sensitivitas warna dari satu atau lebih sel kerucut pada retina. Jenis buta warna inilah yang sering dialami orang-orang. Ada tiga klasifikasi turunan pada trikomasi:
a.       Protanomali, apabila yang rusak atau lemah adalah bagian mata yang sensitif warna merah.
b.      Deuteromali, apabila yang rusak atau lemah adalah bagian mata yang sensitif warna hijau.
c.       Tritanomai (low blue), apabila yang rusak atau le ah adalah bagian mata yang sensitif terhadap warna biru.

2)      Dikromasi
Yaitu keadaan ketika satu dari tiga sel kerucut tidak ada. Ada tiga klasifikasi turunannya, yaitu:
a.       Protanopia, apabila sel kerucut warna merah tidak ada sehingga tingkat kecerahan warna merah atau perpaduannya kurang.
b.      Deuteranopia, apabila retina tidak memiliki sel kerucut yang peka terhadap warna hijau.
c.       Tritanopia, tidak adanya sel kerucut biru.

3)      Monokramasi
Buta warna oleh orang umum, ditandai dengan retina mata mengalami kerusakan total dalam merespon warna. Hanya warna hitam dan putih yang mampu diterima retina.

2.      Teori oponen
Teori ini dikemukakan oleh Ewald Hering (1887). Menurut Hering, buta warna sebagian terjadi karena orang-orang tersebut tidak mempunyai substansi warna merah-hijau. Umumnya orang menderita buta warna merah-hijau. Sedangkan buta warna kuning-hitam jarang terjadi.
Karakteristik paling penting dalam penglihatan warna adalah konstansi warna yang merupakan kecendrungan suatu objek untuk memiliki warna yang sama meskipun terjadi perubahan yang tajam dalam panjang gelombang yang dipantulkan. Konstansi warna dapat meningkatkan kemampuan kita untuk memilih berbagai objek dengan cara yang mudah di ingat sehingga dapat meresponnya dengan tepat.

Dalam golongan yang besar dalam masalah buta warna terdapat dua golongan, yakni:
1.      Buta warna total
Adalah suatu kondisi diana seseorang tidak dapat melihat warna sama sekali. Cacat tersebut dinamakan buta warna total. Penderita tidak dapat membedakan warna-warna yang dilihatnya. Hal ini disebabkan karena dalam retina tidak terdapat sel kerucut, yang ada hanya basiles saja yan berfungsi membedakan gelap dan terang saja. Variasi dari buta warna yang dibawa sejak lahir, yaitu akromatisme kebutaan warna total dimana semua warna dilihat sebagai tingkatan warna abu-abu dan juga diakromatisme kebutaan campuran dimana tidak mampu membedakan warna-warna merah dan hijau.

2.      Buta warna partial
Disebabkan karena orang tidak mempunyai substansi-substansi warna.

Buta warna dapat di tes dengan tes ishihara, dimana lingkaran-lingkaran berwarna yang beberapa diantaranya adalah dirancang agar ada tulisan tertentu yang hanya dapat dilihat atau tidak dapat dilihat oleh penderita buta warna.

 III.            Alat Yang Digunakan
1.      Buku tes buta warna dari Ishihara dan Stelling
2.      Blanko jawaban

 IV.            Jalannya Percobaan
1)      Pemeriksaan gambar dilakukan ditempat yang terang.
2)      Jarak mata OP dengan buku 0,5-1 Meter.
3)      OP diminta menyebutkan gambar dengan urutan nomor 1, 2, 9, 11, 14, sedangkan pada nomor 11, 14, OP diminta menunjukan dengan tangan mengikuti jalur yang ada di gambar, dan untuk nomor 9 OP diminta untuk menyebutkan gambar yang terlihat dengan waktu 10 detik.




    V.            Hasil Percobaan
No
Nama gambar/huruf/angka yang terlihat
Hasil
N
BW
1
12
2
8
9
8
11
Dapat menghubungkan titik x-x
14
Dapat menghubungkan titik x-x

*Persentase kesalahan: 0% (normal)

 VI.            Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan maka dapt ditarik kesimpulan bahwa:
1)      Pengujian tes buta warna dapat dilakukan dengan menggunakan buku Ishihara test, dimana pada buku ini tertera angka, huruf maupun gambar pada titik-titik warna.
2)      OP tidak mengalami buta warna, karena OP menjawab dengan benar buku Ishihara test.





Palembang, 07 Desember 2013
Praktikan,



Ahmad Marzuki




DAFTAR PUSTAKA

Puapitawati, Ira. 2012. Psikologi Faal. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Suryo. 2005. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Penghantar Aerotymponal dan Craniotymponal pada Pendengaran

LAPORAN PRAKTIKUM
PSIKOLOGI FAAL

Nama Mahasiswa                 : Ahmad Marzuki
Nomor Mahasiswa               : 12350007
Nama Percobaan                  : Penghantar Aerotymponal Dan Craniotymponal Pada Pendengaran
Nomor Percobaan                : V
Nama Orang Percobaan       : Ahmad Marzuki
Nama Pelaku Percobaan      : Ahmad Marzuki
Tanggal Percobaan               : 21 Desember 2013
Tempat Percobaan           : Laboratorium Fakultas Ushuluddin Dan Pemikiran Islam IAIN Raden Fatah Palembang


       I.            Tujuan Percobaan
Untuk membuktikan terjadinya penghantaran aerotymponal dan craniotymponal pada pendengaran manusia.

    II.            Dasar Teori
Suara dibedakan tekanannya berkorelasi dengan gelombang sinus. Suara semacam itu disebut nada murni (pure tone). Siklus gelombang menuju kompresi dan ekspansi udara seperti suara gelombang yang selalu bergerak. Keruda karakteristik utama gelombang seperti itu adalah frekuensi dan amplitudo. Frekuensi diukur dengan jumlah getaran/detik, yaitu beberapa kali/detik sampai siklus gelombang suara diulang. Unit Hertz (singkatan Hz) digunakan untuk menunjukan siklus perdetik, yaitu suatu siklus perdetik sama dengan satu Hz. Amplitudo berhubungan dengan jumlah kompresi dan ekspansi udara, seperti digambarkan oleh panjangnya gelombang dimulai dari puncak sampai dasar kurva. Frekuensi gelombang suara pada dasarnya merupakan penyebab dari apa yang kita alami sebagai pitch (tingkatan nada). Namun pitch sebuah nada dapat juga dipengaruhi oleh intensitas. Jadi, pitch-pun hanya terkait pada satu atribusi fisik stimulus. Demikian pula loudness (kerasnya suara) berkorelasi dengan kuat pada amplitudo gelombang atau intensitas suara. Namun demikian, gelombang suara berfrekuensi rendah yang mempunyai amplitudo sama dengan suara berfrekuensi tinggi tidak selalu menghasilkan suara yang sama keras. Manusia dapat mendengar frekuensi antara 20-20.000Hz. ketika garputala membuat 100x getaran/detik, maka akan terdapat gelombang suara dengan 100 komprensi perdetik (yaitu 100Hz). Bunyi yang tekanannya terkorelasi dengan gelombang sinus disebut nada murni, bentuk gelombang bunyi apapun (tidak peduli betapa kompleksnya) dapat dipecah menjadi seragkaian gelombang sinus yang berbeda dengan amplitudo yang sesuai. Bila gelombang sinus tersebut dirambahkan lagi, hasilnya akan sama dengan bentuk gelombang aslinya.
Reseptor pendengaran atau fotoreseptor dan keseimbangam terdapat didalam telinga. Reseptor ini berupa sel-sel berbentuk rambut. Fungsi sel rambut adalah menerima rangsangan yang berupa getaran dan mengubahnya menjadi impuls sensorik dan selanjutnya di transmisikan ke pusat pendengaran di otak. Telinga manusia terdiri dari 3 bagian yaitu:

1.      Telinga Luar
Terdiri dari daun telinga, saluran telinga luar dan bagian yang berbatasan dengan telinga tengah atau disebut juga membran timpani (gendang telinga).

2.      Telinga Tengah
Berupa rongga kecil yang berisi udara, terletak didalam tulang pelipis dan dindingnya dilapisi sel epitel. Didalam rongga telinga tengah terdapat tiga tulang yaitu tulang martil, tulang landasan dan tulang sanggurdi. Ketiga tulang itu saling berhubungan melalui sendi yang bergerak bebas. Kearah depan telinga tengah dihubungkan dengan tenggorokan oleh saluran (tuba) esutachius. Saluran ini berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada telinga luar dengan telinga tengah.




3.      Telinga Dalam
Terdiri dari labirin osea dan labirin membranasea. Labirin osea adalah serangkaian rongga pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum berisi cairan perilimfe. Sedangkan labirin membranasea memiliki bentuk yang sama dengan labirin osea, tetapi terletak dibagian yang lebih dalam dan dilapisi sel epitel serta berisi cairan endolimfe. Labririn osea terdiri dari tiga bagian yaitu kanalis semisirkularis (saluran setengah lingkaran), vestibuli, dan koklea. Kanalis semisirkularis dan vestibuli mengandung reseptor pendengaran. Struktur koklea merupakan saluran spiral yang menyerupai rumah siput tempat beradanya alat korti. Koklea ini terbagi atas tiga daerah yaitu:

1)      Skala Vestibuli terletak dibagian dorsal (atas).
2)      Skala Media terletak dibagian tengah.
3)      Skala Timpani terletak dibagian ventral.

Saluran pada koklea berisi ciran dan permukaan dalamnya merupakan tempat bermuaranya ujung saraf yang amat peka terhadap getaran yang ditimbulkan oleh cairan. Semua ujung saraf menyatu membentuk saraf pendengaran, yang menghubungkan koklea dengan otak. Saluran selung terdiri atas tiga saluran yang saling terkait, saluran ini berperan dalam menjaga keseimbangan.
Telinga sebagai Indera Keseimbangan merupakan indera khusus yang terletak di dalam telinga. Indera keseimbangan secara struktural terletak dekat indera pendengaran, yaitu dibagian belakang telinga dalam yang menbentuk struktur utrikulus dan sakulus, serta kanalis semisirkualis. Struktur tersebut berfungsi dalam pengaturan keseimbangan dari saraf otak. Dengan demikian, saraf otak mengandung dua komponen yaitu komponen pendengaran dan komponen keseimbangan. Bila suatu objek bergetar maka akan timbul suara. Getaran objek tersebut akan ikut menggetarkan molekul udara sehingga timbul-lah gelombang suara. Bila gelombang sampai ditelinga makan akan masuk melalui telinga luar terus melalui saluran pendengaran akhirnya sampai membran timpani. Hal ini akan menggetarkan membran timpani, terus ke tulang martil, landasan, dan sanggurdi. Dari sanggurdi getaran suara dilanjutkan ke tingkap bundar atau bulat. Getaran ini ikut menggetarkan cairan pada rumah siput. Bila cairan pada rumah siput bergetar akan menstimuli ujung saraf. Impuls dari ujung saraf ini diteruskan ke pusat saraf pendengaran di otak. Otak besar akan memproses dan menerjemahkan daan timbullah persepsi udara.
Bentuk gangguan pendengaran adalah tuli dan kurang pendengaran. Tuli dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tuli konduktif dan tuli saraf. Tuli konduktif yaitu tuli karena gangguan transmisi suara kedalam koklea. Penyebabnya antara lain kerusakkan tulang pendengaran, kotoran yang menumpuk didalam saluran telinga luar, atau peradangan telinga tengah. Tuli saraf terjadi jika ada kerusakan pada organon korti saraf ataupun korteks otak daerah pendengaran.

 III.            Alat Yang Digunakan
1.      Garputala

 IV.            Jalannya Percobaan
1.      Percobaan Dari Rine
a.       Garputala ditempatkan dengan tangkainya pada puncak kepala PP sampai tidak kedengaran lagi, kemudian garputala diletakan di muka lubang telinga PP.
b.      PP mengambil sebuah garputala yang sedang bergetar dan ditempatkan dengan tangkainya pada tulang belakang telinga sampai nadanya tidak kedengaran lagi. Kemudian garputala diletakan di muka lubang telinga PP.

2.      Percobaan Dari Weber
a.       Sebuah garputala sedang bergetar, ditempatkan dengan tangkainya pada puncak kepala PP kemudian satu lubang telinga PP ditutup.

    V.            Hasil Percobaan
1.      Percobaan Dari Rine
a.       Ketika garputala yang bergetar diletakan dikepala sampai tidak terdengar lagi, kemudian diletakan di muka lubang telinga, maka akan terdengar bunyi getaran dengan frekuensi kecil hingga beberapa detik saja.
b.      Garputala yang bergetar, ditempatkan pada tulang belakang telinga terdengar suara getaran yang lumayan besar dari getaran percobaan sebelumnya. Kemudian setelah berhenti bergetar diletakan di muka lubang telinga juga terdengar bunyi getaran yang mengecil hingga menghilang.

2.      Percobaan Dari Weber
a.       Garputala yang bergetar diletakan di atas kepala, kemudian sambil menutup satu telinga, maka akan terasa bunyi getaran yang berdengung seperti terasa memenuhi rongga kepala.

 VI.            Kesimpulan
Manusia dapat mendengar frekuensi antara 20-20.000Hz. Reseptor pendengaran atau fotoreseptor dan keseimbangam terdapat didalam telinga. Reseptor ini berupa sel-sel berbentuk rambut. Fungsi sel rambut adalah menerima rangsangan yang berupa getaran dan mengubahnya menjadi impuls sensorik dan selanjutnya di transmisikan ke pusat pendengaran di otak. Bentuk gangguan pendengaran adalah tuli dan kurang pendengaran.

Palembang, 21 Desember 2013
Praktikan,



Ahmad Marzuki



DAFTAR PUSTAKA

Aryulina, Diah, dkk. 2003. Biologi untuk kelas 2 SMU. Jakarta: Esis.
Pujianto, Sri. 2008. Menjelajah Dunia Biologi 2. Jakarta: Tiga Serangkai.
M.W, Stefanus. 2010. Laporan Praktikum Psikologi Faal. Palembang: Universitas Bina Darma.
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.