Sabtu, 30 Mei 2015

Pola Asuh dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Anak

Pola asuh dan pengaruhnya terhadap perkembangan anak

DISUSUN OLEH :

                    Afiqah Ramadhani                                     (12350004)
                    Ahmad Marzuki                                         (12350007)

Dosen Pembimbing
Lukmawati, MA

JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2013

POLA ASUH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat seorang anak yang dimarahi orang tuanya ketika dia tidak nurut, atau melihat seorang anak yang dipaksa untuk belajar dan belajar seharian dirumah, atau melihat anak yang kehidupan sehari-hari nya itu hanya dihabiskan bermain diluar. Itu semua adalah contoh pola asuh dari orang tua. Setiap orang tua memiliki cara pola asuh yang berbeda-beda, tetapi biasanya memiliki tujuan yang sama yaitu ingin memiliki anak yang berkepribadian baik. Namun kebanyakan dari Orang Tua salah memberikan Pola asuh terhadap anak-anak mereka sehingga tumbuh tidak sesuai yang diharapkan mereka.
Seharusnya para orang tua memahami terlebih dahulu beberapa cara pola asuh terhadap anak-anak, terutama kita yang sebagai calon orang tua juga. Maka dari itu, pada kesempatan kali ini kami akan menyampaikan pembahasan mengenai pola asuh serta pengaruh-pengaruhnya terhadap anak, agar kita tidak salah lagi memilih cara untuk diterapkan kepada anak-anak nantinya.

B.     Rumusan Masalah
1)      Apa Pengertian Pola Asuh?
2)      Bagaimana Peran Orang Tua Terhadap Anak?
3)      Apa Saja Macam-macam Pola Asuh?
4)      Apa Dampak Dari Beberapa Pola Asuh Tersebut?
5)      Apa Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh?



C.    Tujuan Pembahasan
1)      Untuk Mengetahui Beberapa Pola Asuh, Agar Tidak Salah Dalam Menerapkannya Terhadap Anak
2)      Untuk mengetahui Faktor-faktor Lain Yang Mempengaruhi Pola Asuh
3)      Memberikan Pengetahuan Lebih Tentang Bagaimana Cara Memberikan Pendidikan Dini Terhadap Anak

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pola Asuh
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap.[1] Sedangkan kata asuh dapat berati menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.[2]
Dr. Ahmad Tafsir seperti yang dikutip oleh Danny I. Yatim-Irwanto Pola asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[3]
Jadi pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.[4]  


B.     Peran  Orang Tua
Tugas orangtua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orangtua kerena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.
C.    Macam-macam Pola Asuh Orang Tua
Dalam mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak, para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda, yang antara satu sama lain hampir mempunyai persamaan.
Dr. Paul Hauck menggolongkan pengelolaan anak ke dalam empat macam pola, yaitu:
·         Kasar dan tegas 
Orang tua yang mengurus keluarganya menurut skema neurotik menentukan peraturan yang keras dan teguh yang tidak akan di ubah dan mereka membina suatu hubungan majikan-pembantu antara mereka sendiri dan anak-anak mereka.
·         Baik hati dan tidak tegas 
Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak nakal yang manja, yang lemah dan yang tergantung, dan yang bersifat kekanak-kanakan secara emosional.
·         Kasar dan tidak tegas 
Inilah kombinasi yang menghancurkan kekasaran tersebut biasanya diperlihatkan dengan keyakinan bahwa anak dengan sengaja berprilaku buruk dan ia bisa memperbaikinya bila ia mempunyai kemauan untuk itu.


·         Baik hati dan tegas 
Orang tua tidak ragu untuk membicarakan dengan anak-anak mereka tindakan yang mereka tidak setujui. Namun dalam melakukan ini, mereka membuat suatu batas hanya memusatkan selalu pada tindakan itu sendiri, tidak pernah si anak atau pribadinya.[5]

Drs. H. Abu Ahmadi mengemukakan bahwa, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fels Research Institute, corak hubungan orang tua-anak dapat dibedakan menjadi tiga pola, yaitu:
  1. Pola menerima-menolak, pola ini didasarkan atas taraf kemesraan orang tua terhadap anak.
  2. Pola memiliki-melepaskan, pola ini didasarkan atas sikap protektif orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang overprotektif dan memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan anak sama sekali.
  3. Pola demokrasi-otokrasi, pola ini didasarkan atas taraf partisifasi anak dalam menentukan kegiatan-kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi berarti orang tua bertindak sebagai diktator terhadap anak, sedangkan dalam pola demokrasi, sampai batas-batas tertentu, anak dapat berpartisifasi dalam keputusankeputusan keluarga.[6]

Menurut Elizabet B. Hurlock ada beberapa sikap orang tua yang khas dalam mengasuh anaknya, antara lain:
  1. Melindungi secara berlebihan. Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan.
  2. Permisivitas. Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat sesuka hati dengan sedikit pengendalian.
  3. Memanjakan. Permisivitas yang berlebih-memanjakan membuat anak egois, menuntut dan sering tiranik.
  4. Penolakan. Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan yang terbuka.
  5. Penerimaan. Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada anak, orang tua yang menerima, memperhatikan perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak.
  6. Dominasi. Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua bersifat jujur, sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan mudah dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitif.
  7. Tunduk pada anak. Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak mendominasi mereka dan rumah mereka.
  8. Favoritisme. Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai semua anak dengan sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat mereka lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya dari pada anak lain dalam keluarga.
  9. Ambisi orang tua. Hampir semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak mereka seringkali sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi ini sering dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua supaya anak mereka naik di tangga status sosial.[7]

Danny I. Yatim-Irwanto mengemukakan beberapa pola asuh orang tua, yaitu:
  1. Pola asuh otoriter, pola ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Kebebasan anak sangat dibatasi.
  2. Pola asuh demokratik, pola ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya.
  3. Pola asuh permisif, pola asuhan ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya.
  4. Pola asuhan dengan ancaman, ancaman atau peringatan yang dengan keras diberikan pada anak akan dirasa sebagai tantangan terhadap otonomi dan pribadinya. Ia akan melanggarnya untuk menunjukkan bahwa ia mempunyai harga diri.
  5. Pola asuhan dengan hadiah, yang dimaksud disini adalah jika orang tua mempergunakan hadiah yang bersifat material atau suatu janji ketika menyuruh anak berprilaku seperti yang diinginkan.[8]

Sedangkan Marcolm Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat macam pola asuh yang dilakukan orang tua dalam keluarga, yaitu:
  1. Autokratis (otoriter). Ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua dan kebebasan anak sangat di batasi. Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
  2. Demokratis. Ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
  3. Permisif. Ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berprilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Pada pola asuh ini juga biasanya ditandai dengan orangtua bersikap membiarkan atau mengizinkan setiap tingkah laku anak, dan tidak pernah memberikan hukuman kepada anak. Pola ini ditandai oleh sikap orangtua yang membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tata cara yang memberi batasan-batasan dari tingkah lakunya. Pada saat terjadi hal yang berlebihan barulah orangtua bertindak. Pada pola ini pengawasan  menjadi sangat longgar.
  4. Laissez faire. Ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anaknya. Pola asuh tipe yang terakhir adalah tipe Penelantar. Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.[9]

D.    DAMPAK POLA ASUH TERHADAP ANAK
Setiap pola asuh yang diterapkan dalam keluarga oleh orangtua mempunyai dampak masing- masing pada psikologi perkembangan anak, baik pola asuh yang positif maupun yang negative. Oleh karena itu alangkah baiknya jika orangtua mengetahui pola asuh yang baik buat anaknya.
diantara banyaknya pola asuh menurut beberapa ahli, kami kan membahas dampak pola asuh menurut Marcolm Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat macam pola asuh yang dilakukan  orang tua dalam keluarga.

1.      Autokratis (otoriter)
Pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Seperti anak harus mematuhi peraturan-peraturan orangtua dan tidak boleh membantah, orangtua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian menghukumnya, atau jika terdapat perbedaan pendapat antara orangtua dan anak maka anak dianggap pembangkang. seperti dilansir Onlymyhealth.
Dampak pengasuhan otoriter pada anak adalah sebagai berikut:
·         Harga diri
Kemungkinan besar yang terjadi pada anak adalah gagal mengakui individualitas mereka. Akhirnya anak-anak menderita rendah harga diri karena menganggap dirinya tidak berperan penting dan tidak cukup valid menentukan keberadaan mereka di tengah masyarakat.


·         Kepercayaan diri
Anak-anak dengan orangtua otoriter selalu mengambil keputusan sepihak tanpa kompromi dengan anak. Anak pun akan gagal mengakui keinginan karena naluri mereka selalu dikendalikan. Mereka juga tidak percaya akan kemampuan diri mengambil keputusan penting.
·         Kepatuhan
Karena cenderung dibatasi individualitasnya, anak-anak akan selalu mengikuti perintah orangtua tanpa keraguan. Mereka tidak berani bereksperimen dalam menangani situasi. Bahkan tidak mampu berhadapan dengan situasi stres dan tidak bisa mengekspresikan diri.
·         Menang sendiri
Orang tua otoriter selalu menetapkan aturan dan panduan agar anak mengikutinya tanpa mempertanyakan baik dan buruknya. Bila mereka gagal melakukan sesuatu biasanya dikenakan hukuman. Anak-anak pun terbiasa untuk harus unggul dalam kegiatan di luar sekolah atau di lingkungan masyarakat.
·         Kesepian
Sementara orangtua sibuk merumuskan pedoman, anak-anak mulai merasa kesepian dan menarik diri. Kemudian menjadi pendiam dan menutup diri. Banyak kasus anak menjadi depresi karena mereka tidak mendapatkan perhatian yang layak untuk didengar dan dilihat sebagai individu.[10]

2.      Demokratis
Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bgertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola asuh ini, anak akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain, bertanggung jawab atas segala tindakannya, tidak munafik, jujur. Namun akibat negatifnya, anak akan cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan antara anak-orang tua.
Pola asuh demokratis  juga akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru. Dan kooperatif terhadap orang lain. Banyak anak yang dibesarkan dengan cara otoriter menunjukkan tanda-tanda masalah psikologi seperti depresi, sering merasa takut, dan pada kasus terberat keinginan nekat seperti bunuh diri karena stres.

3.      Permisif
Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang matang secara sosial dan kurang percaya diri. Ada kelebihan dan kekurangan yang dapat kita ambil dari pola asuh permisif ini, yaitu:
Kelebihan
Anak yang dibesarkan dengan kultur permisif, tumbuh dengan kemampuan berpikir secara kreatif dan bisa membuat banyak inovasi. Kebebasan untuk meraih apa yang mereka inginkan membuatnya bisa berpikir out of the box. Inilah budaya yang pada akhirnya membentuk Bill Gates, Mark Zuckerberg, dan Steve Jobs.
Pola asuh permisif menghasilkan sikap yang cenderung lebih tegas dan agresif karena mereka tumbuh bukan sebagai pengikut yang hanya menuruti jalan yang dibuat orang lain. Melainkan, mereka tumbuh sebagai master dari masa depannya.
Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuk ini umumnya lebih gembira dan potensi terkena isu psikologisnya lebih kecil.
Kekurangan
Anak yang tak terbiasa ditekan oleh orangtua untuk melakukan suatu hal umumnya tumbuh sebagai sosok yang cukup puas dan tak berambisi tinggi.
Sejak kecil terbiasa untuk dimanja atau diberi kebebasan, dikhawatirkan ia mudah putus asa ketika tumbuh besar. Ketika ia harus bekerja keras untuk bertahan, ia bisa saja memilih jalan lain yang lebih mudah.[11]

4.      Laissez faire ( Penelantar )
Pola asuh Laissez faire atau penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, Self Esteem (harga diri) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman. Pola asuh seperti ini juga akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman.

E.     FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA ASUH
Setiap orang mempunyai sejarah sendiri – sendiri dan latar belakang yang seringkali sangat jauh berbeda. Perbedaan ini sangat memungkinkan terjadinya pola asuh yang berbeda terhadap anak. Menurut Maccoby & Mc loby ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu:
  • Sosial ekonomi
  • Lingkungan sosial berkaitan dengan pola hubungan sosial atau pergaulan yang dibentuk oleh orang tua maupun anak dengan lingkungan sekitarnya. Anak yang sosial ekonaminya rendah cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan sama sekali karena terkendala oleh status ekonomi.
  • Pendidikan: Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Latar belakang pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pola pikir orang tua baik formal maupun non formal kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau harapan orang tua kepada anaknya.
  • Nilai-nilai agama yang dianut orang tua: Nilai – nilai agama juga menjadi salah satu hal yang penting yang ditanamkan orang tua pada anak dalam pengasuhan yang mereka lakukan sehingga lembaga keagamaan juga turut berperan didalamnya.
  • Kepribadian: Dalam mengasuh anak orang tua bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak (Riyanto, 2002). Pendapat tersebut merujuk pada teori Humanistik yang menitikberatkan pendidikan bertumpu pada peserta didik, artinya anak perlu mendapat perhatian dalam membangun sistem pendidikan. Apabila anak telah menunjukkan gejala-gejala yang kurang baik, berarti mereka sudah tidak menunjukkan niat belajar yang sesungguhnya. Kalau gejala ini dibiarkan terus akan menjadi masalah di dalam mencapai keberhasilan belajarnya.
  • Jumlah anak: Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka ada kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu menerapkan pola pengasuhan secara maksimal pada anak karena perhatian dan waktunya terbagi antara anak yang satu dengan anak yang lainnya.

PENUTUP

1)      Kesimpulan
Anak tumbuh dan berkembang dibawah asuhan orang tua. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang berlaku dilingkungannya. Tenyata perlakuan orang tua terhadap anak akan memberikan dampak yang signifikan pada anak, baik itu dampak atau pengaruh positif ataupun negatif.
Masing-masing orang tua tentu saja memiliki pola asuh tersendiri dalam mengarahkan prilaku anak. Hal ini dipengaruh oleh latar belakang pendidikan orang tua, mata pencaharian hidup, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainnya.
Orang tua dapat memilih pola asuh yang tepat dan ideal bagi anaknya. Orang tua yang salah menerapkan pola asuh akan membawa akibat buruk bagi perkembangan jiwa anak. Kedekatan orangtua sangat mempengaruhi keberhasilan anak dalam mencapai apa yang diinginkan.

2)      Saran
Diharapkan orangtua dapat memberikan perhatian dan kasih sayang sepenuhnya kepada anak. Kualitas dan kuantitas pertemuan antar anggota keluarga perlu ditingkatkan dengan tujuan untuk membangun keutuhan hubungan orangtua dan anak.
Yang harus kita lakukan adalah memberi kesempatan pada anak untuk belajar mengembangkan diri dan terus memotivasinya serta memantau kegiatannya dan tetap berusaha memahami perasaan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, ”Sosiologi Pendidikan”, Jakarta: PT Rieneka Cipta, 1991.
Depdikbud, Jakarta: Balai Pustaka 1988.
Hardy, Malcom dan Heyes, Steve, Terjemah Soenardji, “Pengantar Psikologi”, Jakarta: Erlangga, 1986.
Hauck, Paul, “Psikologi Populer (Mendidik Anak Dengan Berhasil)”, Jakarta: Arcan, 1993.
Hurlock, Elizabeth B, Terjemah Meitasari Tjandrasa “Perkembangan Anak/Child Development”, Jakarta: Erlangga, 1990.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Yatim, Danny I dan Irwanto,  “Kepribadian Keluarga Narkotika”, Jakarta: Arcan, 1991.





[1] . depdikbud, 1988, hlm 54
[2] . KBBI, 1988, hlm 692
[3] . Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, hlm 94
[5] . Paul Hauck, Psikologi Popular (Mendidik Anak Dengan Berhasil), 1993, hlm 47
[6] . Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, 1991, hlm 80
[7] . Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak/Child Development, Terj. Meitasari Tjandrasa, hlm 204
[8] . Danny, Loc. Cit
[9] . Malcom Hardy Dan Steve Heyes, Terj. Soenardji, Pengantar Psikologi, hlm 131