Makalah Psikologi Pendidikan
Hakikat Guru dan Proses Pembelajaran
“Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Psikologi
Pendidikan Semester 5”
DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
Ahmad Marzuki 12350007
Alvia Maulani 12350012
Dede Ariani 12350035
Dosen Pembimbing
Lukmawati,
MA
JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2014
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Mengapa
manusia perlu dan harus dididik? Pertanyaan ini menuntut jawaban yang tidak
berbeda dengan pertanyaan mengapa manusia harus belajar? Jika saja bayi manusia
yang baru dilahirkan tidak mendapat bantuan dari manusia dewasa yang lain,
tidak belajar, niscaya binasalah ia. Ia tidak mampu hidup sebagai manusia jika
ia tidak dididik atau diajar oleh manusia.
Manusia
bukan hanya makhluk biologis seperti halnya dengan hewan. Manusia adalah
makhluk sosial dan budaya. Jelaslah kiranya, bahwa belajar sangat penting bagi
kehidupan seorang manusia. Manusia selalu dan senantiasa belajar bilamanapun
dan dimanapun dia berada.
Namun,
seiring perkembangan zaman, pendidikan di Indonesia mulai mengalami kemunduran.
Banyak orang-orang yang telah bersekolah tinggi tapi masih menunjukkan
prilaku-prilaku yang mencerminkan tidak berpendidikan. Masih banyak
remaja-remaja sekarang yang seolah-olah tidak pernah mendapatkan pendidikan
yang baik dari guru-guru mereka. Yang menjadi pertanyaan sekarang, siapakah
yang harus disalahkan? Apakah guru mereka atau sistem pendidikan yang kurang
tepat?
Maka,
pada pembahasan kali ini penulis akan membahas mengenai Hakikat Guru dan
Proses Pembelajaran.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Pengertian Guru?
2.
Bagaimana
Kekuasaan Guru?
3.
Bagaimana
Pengertian Pembelajaran?
4.
Bagaimana
Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Guru
Pengertian
guru sampai sekarang masih terus diperdebatkan. Ada yang menyatakan bahwa guru
adalah seseorang yang profesinya mengajar orang lain. Ada yang menyatakan bahwa
guru adalah orang yang memengaruhi orang lain. Penulis memutuskan bahwa istilah
yang tepat untuk menyebut guru adalah mu’allim.[1]
Arti asli kata ini dalam bahasa Arab adalah menandai. Ternyata, ketika
ditelusuri, pekerjaan guru secara psikologis adalah mengubah prilaku murid.
Pada dasarnya, mengubah prilaku murid adalah memberi tanda, yaitu tanda
perubahan.
Guru
sebagai pelaku utama dalam penerapan program pendidikan di sekolah memiliki
peran yang sangat penting dalam mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan.[2]
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong,
membimbing, dan mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat
segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan
anak.[3]
Sedangkan
menurut kajian Islam, menurut Imam al-Ghazali, guru adalah orang yang berusaha
membimbing, meningkatkan, menyempurnakan, segala potensi yang ada pada peserta
didik. Serta membersihkan hati peserta didik agar bisa dekat dan berhubungan
dengan Allah SWT.[4]
B.
Kekuasaan Guru
Ketika
sedang sekolah dasar, Anda pernah merasa segan pada guru Anda? Anda suka
bersembunyi jika guru Anda menuju ke arah Anda, bukan? Lalu, Anda merasa senang
bila guru Anda menyuruh melakukan sesuatu? Apa penyebab semua ini?
Penyebabnya
adalah kekuasaan. Kekuasaan menurut Kelman, adalah kemampuan menimbulkan
ketundukan. Kekuasaan dalam pengertian Kelman tersebut menimbulkan akibat
interaksi antara guru dan siswa. Kekuasaan seorang guru dapat menjadikan siswa
tunduk pada kehendaknya. Berikut ini beberapa jenis-jenis kekuasaan yang
dimiliki guru.
1.
Kekuasaan
koersif (coersive power). Kekuasaan ini menunjukkan kemampuan seorang
guru untuk membuat sanksi atau ganjaran pada siswanya.
2.
Kekuasaan
keahlian (expert power). Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan,
pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki seorang guru.
3.
Kekuasaan
informasional (informational power). Kekuasaan ini berasal dari
komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh seorang guru.
4.
Kekuasaan
rujukan (referent power). Kekuasaan ini menunjukkan kemampuan seorang
guru yang menjadikan siswanya merasa kagum padanya sehingga mereka ingin meniru
apa yang dilakukannya.
5.
Kekuasaan
legal (legitimate power). Kekuasaan ini berasal dari seperangkat
peraturan atau norma yang menyebabkan guru melakukan suatu tindakan.[5]
C.
Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran
adalah upaya pendidik untuk membantu agar siswa melakukan kegiatan belajar.
Dengan perkataan lain bahwa istilah pembelajaran dapat diberi arti sebagai
kegiatan sistematik dan sengaja dilakukan oleh pendidik untuk membantu peserta
didik agar tercapai tujuan pembelajaran. Kegiatan belajar terjadi pada diri
siswa sebagai akibat dari kegiatan membelajarkan. Setiap anak telah dibekali
berbagai potensi yang ada dalam dirinya, tugas pendidiklah mengembangkan segala
potensi yang dimiliki anak tersebut.
Berikut
ini uraian beberapa macam cara penyesuaian diri yang dilakukan manusia dengan
sengaja maupun tidak sengaja, dan bagaimana hubungannya dengan belajar:
1.
Belajar
dan Kematangan
Kematangan
(maturation) adalah suatu proses pertumbuhan organ-organ. Suatu organ
dalam diri makhluk hidup dikatakan telah matang, jika ia telah mencapai
kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan itu datang
waktunya dengan sendirinya.
Sedangkan
belajar lebih membutuhkan kegiatan yang disadari, suatu aktivitas,
latihan-latihan dan konsentrasi dari orang yang bersangkutan. Proses belajar
terjadi karena perangsang-perangsang dari luar. Sedangkan proses kematangan
terjadi dari dalam.
Akan
tetapi meskipun demikian janganlah dilupakan bahwa kedua proses (belajar dan
kematangan) itu dalam prakteknya berhubungan erat satu sama lain, keduanya
saling menyempurnakan.
2.
Belajar
dan Penyesuaian Diri
Penyesuaian
diri merupakan juga suatu proses yang dapat merubah tingkah laku manusia.
Penyesuaian diri termasuk ke dalam proses belajar, karena daripadanya terjadi
perubahan-perubahan yang kadang-kadang sangat mendalam dalam kehidupan manusia.
Manusia dalam kehidupannya tiap-tiap hari selalu belajar. Akan tetapi tidak
semua belajar adalah penyesuaian diri.
3.
Belajar
dan Pengalaman
Belajar
dan pengalaman, keduanya merupakan suatu proses yang dapat merubah sikap,
tingkah laku dan pengetahuan kita. Akan tetapi, belajar dan memperoleh
pengalaman adalah berbeda. Mengalami sesuatu belum tentu merupakan belajar
dalam arti pedagogi, tetapi sebaliknya tiap-tiap belajar berarti juga
mengalami.
4.
Belajar
dan Bermain
Dalam
bermain juga terjadi proses belajar. Persamaannya ialah bahwa dalam belajar dan
bermain keduanya terjadi perubahan, yang dapat mengubah tingkah laku, sikap dan
pengalaman.
Akan
tetapi, antara keduanya terdapat perbedaan. Menurut arti katanya, bermain
merupakan kegiatan yang khusus bagi anak-anak meskipun pada orang dewasa
terdapat juga. Sedangkan belajar merupakan kegiatan yang umum, terdapat pada
manusia sejak lahir sampai mati.
Menurut
sifatnya, perbedaan antara belajar dan bermain ialah kegiatan belajar mempunyai
tujuan yang terletak pada masa depan, masa kemudian. Sedangkan kegiatan bermain
hanyalah ditunjukkan untuk situasi di waktu itu saja. Tujuan bermain
(kesenangan, kepuasan) terletak dalam situasinya, di waktu kegiatan permainan
itu berlangsung.
Meskipun
demikian, hubungan antara keduanya sangat erat, kita mengenal belajar sambil
bermain, (yang ditekankan adalah belajarnya) dan kalimat bermain sambil
belajar, (yang ditekankan adalah bermainnya).
5.
Belajar
dan Pengertian
Belajar
mempunyai arti yang lebih luas daripada hanya mencapai pengertian. Ada proses
belajar yang berlangsung dengan otomatis tanpa pengertian. Seperti proses
belajar yang terjadi pada hewan. Umpamanya seekor anak kucing melatih diri
menangkap dengan menggunakan bola. Latihan cara menangkap itu dilakukannya
tanpa pengertian tanpa menyadari apa maksud dan tujuan dari latihan itu. Pada
manusia, belajar semacam inipun terdapat pula.
Sebaliknya
ada pula pengertian yang tidak menimbulkan proses belajar. Dengan mendapatkan
suatu pengertian tertentu, belum tentu seseorang kemudian berubah tingkah
lakunya. Belum tentu seseorang yang mengerti tentang sesuatu berarti
menjalankan atau bersikap sesuai dengan pengertian yang telah dicapainya itu.
6.
Belajar
dan Menghafal atau Mengingat
Menghafal
atau mengingat tidak sama dengan belajar. Hafal atau ingat akan sesuatu belum
menjamin bahwa dengan demikian orang sudah belajar dalam arti yang sebenarnya.
Sebab untuk mengetahui sesuatu tidak cukup hanya dengan menghafal saja, tetapi
harus dengan pengertian.
Maksud
belajar ialah menyediakan pengalaman-pengalaman untuk menghadapi soal-soal di
masa depan. Jika pengalaman-pengalaman itu hanya merupakan sesuatu yang statis,
yang tidak berguna untuk adanya perubahan dalam tingkah laku, sikap atau
pengetahuan, maka dalam hal yang demikiab tidak terjadi proses belajar.
7.
Belajar
dan Latihan
Persamaannya
ialah bahwa belajar dan latihan keduanya dapat menyebabkan perubahan atau proses
dalam tingkah laku, sikap dan pengetahuan. Akan tetapi antara keduanya terdapat
pula perbedaan. Di dalam praktek terdapat pula proses belajar yang terjadi
tanpa latihan. Umpamanya, seorang anak yang terbakar tangannya di dapur, sekali
saja ia tahu bahwa api itu panas. Jadi, belajar mempunyai arti yang lebih luas
daripada latihan.[6]
Ada
pula belajar yang hanya dengan pengertian saja, tanpa latihan. Seorang anak
yang dibawa berkarya-wisata ke pabrik gula umpamanya, dapat mengerti bagaimana
proses membuat gula.
D.
Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran
Peran
utama seorang guru adalah menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan
kebudayaan masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan. Guru mempunyai
peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran, bagaimanapun hebatnya
tekhnologi, peran guru akan tetap diperlukan. Tekhnologi yang konon bisa
memudahkan manusia mencari, mendapatkan informasi, dan pengetahuan, tidak
mungkin dapat mengganti peran seorang guru.[7]
Ada beberapa peran guru dalam proses pembelajaran, antara lain:
1.
Guru
sebagai demonstrator
Dengan
peranannya sebagai demonstrator atau pengajar, guru hendaknya senantiasa
menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan serta senantiasa
mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya.
Sedangkan
menurut Wina Sanjaya, yang dimaksud dengan peran guru sebagai demonstrator
adalah peran untuk mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat
membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.[8]
2.
Guru
sebagai pengelola kelas
Tujuan
pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan
belajar dan mengajar agar mencapai hasil belajar yang baik. Sebagai pengelola,
guru berperan dalam menciptakan iklim secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas
yang baik, guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses
belajar siswa.
3.
Guru
sebagai fasilitator
Sebagai
fasilitator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup
tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi
untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Sebagai mediator, guru
menjadi perantara hubungan antar manusia. Dalam konteks kepentingan ini, guru
harus terampil dengan mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang
berinteraksi dan berkomunikasi.[9]
4.
Guru
sebagai evaluator
Fungsi
ini dimaksudkan agar guru mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan telah
tercapai atau belum, dan apakah materi yang sudah diajarkan sudah cukup tepat.
Dengan melakukan penilaian, guru akan dapat mengetahui keberhasilan pencapaian
tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran serta keefektifan metode mengajar.
dalam peran ini, guru menyimpulkan data atau informasi tentang keberhasilan
pembelajaran yang telah dilakukan.[10]
5.
Guru
sebagai motivator
Dalam
proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat
penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan
kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk
belajar. Dengan demikian, siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan
oleh kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan tidak ada
dorongan motivasi dalam dirinya. Oleh sebab itu, guru dituntut kreatif
membangkitkan motivasi belajar siswa, karena pada hakikatnya aktivitas belajar
adalah aktivitas yang berhubungan dengan keadaan mental seseorang.[11]
Ada
beberapa cara untuk memotivasi siswa dalam belajar, antara lain:
a.
Memperjelas
tujuan yang ingin dicapai.
b.
Membangkitkan
minat siswa.
c.
Sesuaikan
materi pelajaran dengan pengalaman dan kemampuan siswa.
d.
Ciptakan
suasana yang menyenangkan dalam belajar.
e.
Berilah
pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.
f.
Ciptakan
persaingan dan kerja sama.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Belajar
sangat penting bagi manusia. Karena jika tidak belajar, maka manusia akan
binasa. Belajar juga mempengaruhi sikap dan tingkah laku manusia. Maka seorang
guru yang berfungsi untuk membantu agar siswa melakukan kegiatan belajar,
haruslah mengetahui apa saja perannya didalam proses pembelajaran, baik sebagai
demonstrator, fasilitator, pengelola kelas, maupun motivator.
B.
Saran
Agar
pendidikan di Indonesia ini menciptakan bibit-bibit unggul di mata dunia, demi
kemakmuran bangsa dan demi kesejahteraan bersama, marilah kita bersama-sama
untuk belajar yang lebih baik, hidupkan suasana ketika belajar, menghormati
guru-guru kita dimanapun dan kapanpun.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi, Abu & Supriyono, Widodo.
1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Haidir & Salim. 2012. Strategi
Pembelajaran. Medan: Perdana Publishing.
Mahmud. 2010. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Nasution, Wahyudin Nur. 2011. Teori
Belajar dan Pembelajaran. Medan: Perdana Publishing.
Nur, Sunardi & Wahyuningsih,
Sri. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo.
Purwanto, Ngalim. 2010. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi
Pembelajaran Cetakan Ke-8. Jakarta: Kencana.
Yusuf, Syamsu & Sugandhi, Nani.
2011. Perkembangan Peserta Didik Cetakan Ke-3. Jakarta: rajawali Press.
[1] Mahmud. 2010. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Hlm. 289
[2] Syamsu Yusuf
& Nani Sugandhi. 2012. Perkembangan Peserta Didik Cetakan ke-3.
Jakarta: Rajawali Press. Hlm. 139
[3]
Abu Ahmadi
& Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hlm. 98-99
[4]
Wahyuddin Nur
Nasution. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: Perdana
Publishing. Hlm. 76
[5]
Mahmud. 2010. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Hlm. 293-294
[6]
Ngalim
Purwanto. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm.
86-89
[7]
Wina Sanjaya.
2011. Strategi Pembelajaran Cetakan ke-8. Jakarta: kencana. Hlm. 21
[9]
Sunardi Nur
& Sri Wahyuningsih. 2002. Psikologi pendidikan. Jakarta: PT
Grasindo. Hlm. 30
[10]
Wina Sanjaya.
2011. Strategi Pembelajaran Cetakan ke-8. Jakarta: Kencana. Hlm 31-32
[11]
Haidir &
Salim. 2012. Strategi Pembelajaran. Medan: Perdana Publishing. Hlm. 61
Tidak ada komentar:
Posting Komentar