Rabu, 17 Desember 2014

Laporan Observasi Individu

       I.            Tema
Kontroversi Kenaikan BBM
    II.            Lokasi Observasi
Laboratorium Psikologi Islam Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
 III.            Hari / Tanggal
Selasa, 2 Desember 2014
 IV.            Waktu
Jam 10.00-12.00 WIB (2 Jam)
    V.            Nama Observee
F
 VI.            Deskripsi Ciri-Ciri Observee
Seorang Laki-laki berumur 20 Tahun, yang memiliki postur tubuh pendek, gemuk, berwajah bulat, bermata sipit agak kecoklatan, alis tebal, berhidung pesek, serta gaya rambut lurus, dan kurang memperhatikan apa yang ada pada dirinya sendiri, terlihat dari jaket yang agak kusut yang ia pakai, bercelana dasar, tidak memakai minyak wangi atau parfum, dan juga tidak menggunakan minyak rambut.
VII.            Deskripsi Hasil Observasi
Tabel Catatan Anecdotal Record
Baris Ke
Uraian
Tema
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Observee Terlihat bingung ketika kami persilahkan duduk sambil melihat sekeliling ruangan dengan tatapan tajam. Tidak lama dari itu, observee mulai mengajak ngobrol anggota diskusi lain. Obsevee memberikan senyum tipis kepada anggota diskusi lain, kemudian observee juga sering bertanya kepada anggota diskusi lain. Namun observee terlihat gugup pada penyampaian pendapat untuk pertama kalinya serta intonasi suara kadang pelan, kadang tinggi dan juga menunjukkan jari ketika bicara, enggerakkan tangan keatas, kebawah. Observee menunjukkan ekspresi wajah sering berganti-ganti. Sesekali menganggukkan kepala ketika anggota diskusi lain berpendapat. Ketika diskusi mulai memanas, tangannya sering memegang dagu, dan tidak malu bertanya kepada anggota diskusi lain ketika dia tidak mengerti apa yang sedang dibahas sekarang. Observee mulai menunjukkan ekspresi wajah mulai serius. Dia selalu mencatat, sebelum menyampaikan pendapat dan selalu senyum ketika melihat pendapat lainnya. Dia juga secara Blak-blakan dalam berpendapat serta menatap serius pada sanggahan anggota lain. Setiap dia berpendapat, dia selalu berempati terhadap perasaan orang lain. Dia memiliki dorongan kuat saat berpendapat, dan saat diskusi hampir berakhir, kakinya terlipat dan diluruskan kedepan sambil menyenderkan punggung. Wajahnya terlihat lesu serta memasukan tangannya ke dalam saku jaket, sedikit menggaruk kepala dan melihat-lihat kembali sekelilingnya
Penyesuaian diri observee terhadap lingkungannya (1-7)



Observee menyampaikan pendapat (8-9)

Cara berkomunikasi (10-20)








Observee menulis (21-23)



Keadaan emosional obsevee (24-33)

VIII.            Pembahasan
Jika dilihat dari cara penyesuaian diri observee, kami menilai bahwa observee memiliki bentuk penyesuaian diri yang sangat baik, terlihat ketika di awal berdiskusi, observee melakukan penyesuaian diri atuoplastis, dimana ia menyesuaikan dirinya terlebih dahulu dengan keadaan sekitarnya,[1] dengan cara murah senyum dan juga mudah bertanya atau mengajak ngobrol anggota diskusi lainnya. Kemudian ketika waktu berdiskusi berjalan, observee mengubah lagi penyesuaian dirinya ke alloplasitis, dimana dia memaksa lingkungannya (anggota diskusi lain) untuk menerima pendapat yang dia sampaikan mengenai kenaikan BBM, sehingga sampai di akhir diskusi dia bersama dua laki-laki yang juga sebagai anggota diskusi tetap menguasai jalannya diskusi ini.
Kemudian ketika observee sedang menyampaikan pendapatnya, dia juga tidak lupa memberikan pesan-pesan nonverbal seperti gerakan tangan, ekspresi wajahnya yang berubah-ubah serta intonasi nada suaranya yang sesuai dengan keadaannya saat itu, guna membuat anggota diskusi lain memahami apa yang dia sampaikan. Hal ini diperkuat dengan pandangan perspektif interaksionis simbolik.
G. H. Mead (tokok interaksionisme simbolik), mengatakan bahwa orang bergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikan pada orang, benda, dan pristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang, baik utnuk berkomunikasi dengan orang maupun dengan dirinya sendiri, atau pikiran pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang lainnya dalam sebuah komunitas.[2]
Untuk mendapatkan pemahaman lebih dalam mengenai pola interaksi yang dilakukan observee, maka kami menambahkan sedikit analisis dari salah satu teori dalam komunikasi nonverbal, yakni teori struktural kumulatif.[3] Teori ini disebut struktural kumulatif karena lebih banyak membahas mengenal makna yang berkaitan dengan gerak tubuh dan ekspresi wajah ketimbang struktur prilaku.
Selanjutnya, dalam teori ini terdapat lima kategori yang terjadi dalam komunikasi nonverbal, yakni:
1)      Emblem, berarti gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang memiliki nilai sama dengan pesan verbal, yang disengaja dan dapat berdiri sendiri tanpa bantuan pesan verbal. Contohnya adalah ucapan setuju yang dapat digantikan dengan anggukan kepala dan acungan jempol.
2)      Ilustrator, berartigerakan tubuh atau eksoresi wajah yang mendukung dan melengkapi pesan verbal. Misalnya raut muka yang serius ketika memberikan penjelasan untuk menunjukkan bahwa apa yang dibicarakan adalah persoalan serius, atau gerakan tangan yang menggambarkan sesuatu yang sedang dibicarakan.
3)      Regulator, berarti tindakan yang disengaja yang biasanya digunakan dalam percakapan, misalnya mengenai giliran berbicara. Bentuk-bentuk lain dari regulator seperti senyuman, tangan yang menunjuk, orientasi tubuh dan sebagainya, yang kesemuanya berperan dalam mengatur arus informasi pada suatu situasi percakapan.
4)      Adaptor, yaitu tindakan yang disengaja, yang digunakan untuk menyesuaikan tubuh dan menciptakan kenyamanan bagi tubuh atau emosi. Terdapat dua subkategori dari adaptor, yaitu self  (seperti menggaruk kepala, menyentuh dagu atau hidung) dan object (menggigit pensil, memainkan kunci).. prilaku ini biasanya dipandang sebagai refleksi kecemasan atau prilaku negatif.
5)      Affect Display, berarti penggambaran emosi yang dapat disengaja maupun tidak, dapat menyertai pesan verbal maupun berdiri sendiri. Menurut teori ini juga, terdapat tujuh bentuk affect display yaitu marah, menghina, malu, takut, gembira, sedih, dan terkejut.
Dari segi kecerdasan observee, sebagaimana prilaku-prilaku yang tampak dalam pelaksanaan diskusi ini, kami mengambil kesimpulan bahwa observee memiliki kecerdasan bergaul (People Smart). Dalam hal ini, kami meninjau prilaku observee  yang tampak tersebut dari The Theory of Multiple Intelegences dari Howard Gardner. Gardner memetakan kecerdasan menjadi delapan tipe kecerdasan, yaitu sebagai berikut:[4]


a.       Kecerdasan angka (number smart)
Kecerdasan angka adalah keahlian mengunakan angka dengan baik dan penalaran yang benar. Gardner terkadang menyebut kecerdasan angka ini dengan kecerdasan matematis-logis.
b.      Kecerdasan gambar (picture smart)
Kecerdasan gambar adalah keahlian memersepsi dunia spasial-visual secara akurat dan mentranformasikan persepsinya. Kecerdasan gambar terkadang disebut dengan kecerdasan spasial.
c.       Kecerdasan tubuh (body smart)
Kecerdasan tubuh adalah keahlian menggunakan seluruh tubuh ntuk mengekspresikan ide dan perasaan serta keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu.
d.      Kecerdasan musik (music smart)
Kecerdasan musik adalah keahlian menangani bentuk-bentuk musikal dengan cara memersepsi, membedakan, mengubah, dan mengekspresikan.
e.       Kecerdasan bergaul (people smart)
Kecerdasan bergaul adalah keahlian memersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain.
f.       Kecerdasan diri (self smart)
Kecerdasan diri adalah leahlian memahami diri sendiri dan bertindak sesuai pemahaman tersebut. Kecerdasan diri terkadang disebut dengan kecerdasan interpersonal.
g.      Kecerdasan alam (nature smart)
Kecerdasan alam adalah keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies, baik flora maupun fauna, di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini terkadang dinamai dengan kecerdasan naturalis.
h.      Kecerdasan kata (word smart)
Kecerdasan kata adalah keahlian menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan atau secara tulisan. Kecerdasan ini sering disebut dengan kecerdasan linguistik.
Kemudian yang terakhir, dari segi emosional observee dari awal hingga akhir berjalannya diskusi, observee banyak mengalami perubahan-perubahan emosional. Pertama kali masuk ruangan bersama anggota diskusi lain, dia tampak kebingungan. Setelah diskusi berjalan 15 menit mulai tampak kebosanan yang dialami observee. Namun, ketika diskusi mencapai tahap puncak, observee pun menunjukkan wajah yang serius kembali.
Untuk menjelaskan hal ini, kami memaparkan analisis dari teori kognitif. Menurut pandangan kognitif, reaksi emosi muncul ketika individu menghadapi situasi tertentu. Reaksi emosi seseorang ditentukan oleh bagaimana individu menginterpretasikan pengalaman-pengalamannya terhadap situasi tersebut.[5] Pemikiran individu terhadap situasi menekan yang dihadapi akan menentukan kualitas dan intensitas reaksi emosi, pemikiran-pemikiran negatif dapat memunculkan reaksi emosi yang negatif pada seseorang, begitu juga sebaliknya, pemikiran-pemikiran yang positif dapat memunculkan reaksi emosi yang positif pada diri seseorang.
Maka sudah jelas bahwa, perubahan reaksi yang dialami observee adalah hal yang wajar, karena dia merespon bagaimana situasi pada keadaan diskusi tersebut. Kami juga menyimpulkan bahwa observee memenuhi ciri kesehatan emosi yang baik, yaitu:[6]
1.      Penggambaran dan penampilan diri secara wajar
2.      Mampu mengidentifikasi macam-macam emosi yang dimilikinya
3.      Mampu mengomunikasikan emosinya secara tepat sasaran
4.      Mampu memahami, menerima, mengayomi emosi orang lain dengan simpatik
 IX.            Kesimpulan
Dari hasil data observasi yang telah kami kumpulkan, maka dapat disimpulkan bahwa observee memiliki kecerdasan yang tingggi dalam bergaul, hal ini terbukti dari prilaku observee yang tampak pada saat diskusi seperti tidak malu bertanya kepada anggota diskusi lain, memiliki empatik yang besar terhadap perasaan atau penderitaan orang lain khsusnya masyarakat kalangan bawah yang merasa tidak setuju karena kenaikan harga BBM ini.
Secara emosional, observee memiliki tingkat emosional yang baik karena telah memenuhi ciri kesehatan emosi yang baik, seperi yang dilakukan observee dalam memunculkan ekspresi wajahnya, ketika diskusi hambar diapun ikut merasakan kebosanan, dan ketika suasana diskusi memanas, dia menampilkan ekspresi wajah yang serius.
Observee memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik, terlihat ketika diawal diskusi, dia masih lugu serta kebingungan, namun lama-kelamaan mulai mengikuti arus diskusi serta mulai mendominasi jalannya diskusi tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan pola interaksi yang sesuai dengan keadaan situasinya, serta penggunaan komunikasi nonverbal yang baik pula.
    X.            Rekomendasi
Persoalan kenaikan harga BBM selalu menjadi perdebatan yang tiada hentinya di Indonesia ini. Selalu terjadi Pro dan Kontra diantara kalangan masyarakat. Melihat hal ini, kami mencoba menyampaikan pendapat bagaimana kalau kita lihat patokan harga BBM di Negara Tetangga, seperti di Malaysia misalnya. Disana ketika harga BBM dunia naik, maka harga penjualan BBM di sana juga akan dinaikkan, begitu juga sebaliknya, ketika harga BBM dunia menurun, maka diturunkan juga harga penjualan BBM tersebut. Karena yang menjadi inti permasalahan di Indonesia ini, kalau harga BBM naik tidak ada waktu turun harganya sehingga menyebabkan harga kebutuhan-kebutuhan lainnya ikut menaik tiada henti.
 XI.            Saran
Kami menyarankan agar pelaksanaan observasi individu ini tetap ada kedepannya, namun divariasikan sebaik mungkin seperti setting tempat di taman misalnya, jadi mereka yang menjadi observee akan merasakan kebebasan sehingga mereka bisa mengekuarkan totalitas mereka. Karena kalau kami menilai, ketika mereka berdiskusi di dalam kelas, apalagi jumlah mahasiswa yang padat akan membuat mereka semakin tertekan, dan muncul mekanisme pertahanannya.
DAFTAR PUSTAKA

Mahmud. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Modul 6: Teori Komunikasi Verbal dan Nonverbal. Diases dari  situs http://cai.elearning.gunadarma.ac.id.
Purwanto, Ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ritzer, George & J. Goodman, Douglas. 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media Group.
Tumanggor, Rusmin. 2014. Ilmu Jiwa Agama (The Psychology of Religion). Jakarta: Kencana.


Lampiran


[1] Ngalim Purwanto. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm. 18
[2] George Ritzer & Douglas J.Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media Group. Hlm 275-277
[3] Modul 6: Teori Komunikasi Verbal dan Nonverbal. Diases dari  situs http://cai.elearning.gunadarma.ac.id pada jam 10.00 WIB. Hlm. 17-18
[4] Mahmud. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Hlm. 97-98
[5] Theresia Genduk Susilowati. 2011. Jurnal Psikologi: Pengaruh Terapi Menulis Pengalaman Emosional Terhadap Penurunan Depresi pada Mahasiswa Tahun Pertama (Volume 38, No. 1). Universitas Gajah Mada. Hlm.  93
[6] Rusmin Tumanggor. 2014. Ilmu Jiwa Agama (The Psychology of Religion). Jakarta: Kencana. Hlm. 170

Tidak ada komentar:

Posting Komentar